Kamis, 24 Maret 2011

tugas olahraga

BAB I
PENDAHULUAN

Suporter merupakan bagian penting dalam dunia sepakbola karena fungsi utama suporter sebenarnnya adalah untuk penyemangat tim saat bertanding. Suporter sering disebut juga pemain ke-12 karena peranya yang begitu penting dalam setiap pertandingan sepakbola. Bayangkan saja apabila dalam suatu pertandingan tanpa dihadiri suporter maka akan terasa ada yang kurang. Namun dalam perkembangannya suporter yang tadinya menjadi penyemangat tim dan memeriahkan pertandingan sepakbola telah melenceng dari tujuannya.
Dalam sepakbola, anarkisme adalah tindakan yang sering terjadi dan banyak dilakukan oleh suporter. Bukti dari Februari 1995 sampai Juli 2007 saja, telah tercatat 10 suporter meninggal dunia, belum terhitung korban luka yang harus dibawa ke rumah sakit, kerusakan stadion dan prasarananya, serta vandalisme terhadap harta benda masyarakat di dekat atau di sepanjang jalan lewat para suporter (Wohangara, B Retang,2008). Suporter yang semula bertujuan untuk mendukung tim masing-masing namun dalam perkembangannya peran suporter mulai melebar keluar dari tujuannya untuk meramaikan sepakbola. Keberadaan suporter diluar sepakbola inilah yang terkadang menjadi pemicu terjadinya tindak kejahatan terutama kekerasan dan anarkisme dalam sepakbola.
Banyak muncul pecinta bola yang memiliki rasa fanatik terhadap tim sepak bola yang diidolakannya. Beberapa dari mereka mewujudkan kecintaan tersebut dengan cara bergabung ke dalam salah satu komunitas suporter sepak bola dengan tujuan untuk memberikan dukungan kepada tim sepak bola yang diidolakannya tersebut. Misalnya, suporter Persija dikenal dengan sebutan "Jack Mania", suporter Persebaya "Bonek", dan lain-lain.
Dari uraian diatas maka permasalahan dari makalah ini adalah: Apakah fanatisme yang ada pada diri suporter harus ditunjukkan dalam tindakan anarkis?

BAB II
PEMBAHASAN

Suporter memang sangat dibutuhkan oleh klub sepakbola. Kehadirannya bisa meningkatkan semangat dan yang tak kalah pentingnya adalah menghasilkan pemasukan bagi tim. Keberadaan suporter memberikan keuntungan dan juga kerugian pada klub sepakbola. Di satu sisi bisa meningkatkan nama klub yang dibela. Di sisi lain, perilaku buruk yang ditunjukkan suporter bisa menghancurkan reputasi dan nama baik tim sepakbola.
Suporter sendiri merupakan bentuk eksistensi dari masyarakat, yang mempunyai sebuah bentuk kebanggaan serta kencintaan terhadap tim sepakbola. Hal ini yang membuat fanatisme suporter timbul. Mereka akan sangat senang jika tim mereka menang namun bisa sangat marah jika yang terjadi sebaliknya. Suporter tersebut tentu sangat menginginkan tim sepak bola yang diidolakannya menang, untuk itu mereka rela memberikan dukungan kepada timnya dengan melihat pertandingan timnya secara langsung. Saat pertandingan berlangsung sering kali para suporter tersebut sulit mengendalikan emosinya sehingga terjadi tindakan kekerasan antar suporter dan tidak sedikit pula mencederai pihak lain, bahkan melakukan perusakan fasilitas umum secara brutal yang mengarah pada tindakan anarkis.
Hal ini umumnya akibat kekecawaan para suporter atas hasil pertandingan, apalagi apabila tim kesayangannya mengalami kekalahan. Saling ejek antara kedua kubu suporter sering menimbulkan aksi kekerasan. Aksi anarkis juga sering timbul akibat kekecewaan terhadap orang yang terlibat dalam pertandingan,seperti wasit,pemain,dll.
Stigma Anarkis
Anarkisme yang dilakukan oleh suporter fanatik tim sepakbola di Indonesia sebenarnya sudah bukan hal yang asing lagi. Stigma anarkis telah melekat pada citra persebakbolaan kita. Banyak rekam sejarah yang mencatat bagaimana suporter yang sangat fanatik tersebut melepaskan amarahnya dengan melakukan aksi anarkis.
Memang tidak ada yang salah, apabila kita fanatik terhadap sesuatu. Tapi bila sebuah fanatik yang berlebih akan menimbulkan rasa gengsi. Apalagi bila rasa fanatik itu dimiliki oleh massa yang berjumlah besar. Anarkisme itu bukan hanya terjadi di dalam stadion namun berlanjut di luar stadion, khususnya di antara suporter yang mendukung kesebelasannya masing-masing. Contohnya saja kasus suporter tim Persebaya yang dikenal dengan sebutan Bonek.

A. PERBEDAAN ISTILAH ANTARA PENONTON DAN SUPORTER SEPAKBOLA
Secara harfiah, istilah “penonton” berasal dari awalan pe- dan kata kerja tonton dalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan.
Sementara itu menurut akar katanya, kata “suporter “ berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To support artinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan.
Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‘penonton’ dan ‘suporter’ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut digunakan dalam persepakbolaan. Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara itu suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim.
Dalam pemakaian awam, kedua kata tersebut seringkali saling mengganti dalam pemaknaannya. Makna saling mengganti ini bisa ditemui di tulisan Maksum dan Suyanto (1991) ataupun dalam berbagai tulisan di media massa. Penelitian ini memilih kata penonton untuk menjelaskan orang yang menyaksikan maupun memberikan dukungan pada suatu tim.
Terdapat tiga alasan dasar pemakaian istilah penonton pada kajian ini. Pertama, ‘penonton’ maknanya lebih luas daripada ‘suporter’, artinya setiap suporter adalah penonton, sebaliknya tidak semua penonton itu suporter. Kedua, tidak semua ‘suporter’ yang mendukung tim kesayangan dalam suatu pertandingan menggunakan atribut tim yang didukungnya, sehingga sulitlah bila mengidentifikasi apakah seseorang sebagai penonton atau sebagai suporter. Ketiga, baik penonton maupun suporter juga bisa melakukan tindakan agresi ketika berada dalam suatu situasi dan kondisi lingkungan tertentu (Suryanto, 1996).
Selain penonton dan suporter, istilah lain juga muncul berkenaan dengan sebutan terhadap sekelompok orang yang sedang menyaksikan pertandingan sepakbola. Bersumber dari sejumlah terbitan surat kabar di Surabaya maupun tulisan hasil penelitian sejumlah ahli, peneliti melansir adanya beberapa istilah untuk penonton sepakbola, seperti istilah tifosi dari Italia, torsedor dari Amerika Latin, istilah bonek serta boling dari Surabaya.
Tifosi berarti pendukung fanatik dalam sepakbola Italia (Dal-Lago & De Biasi, 1994), begitu pula halnya dengan istilah torsedor. Sementara itu istilah bonek dan boling merupakan singkatan atau akronim dari kata ’bondho nekat’ dan ‘bondho maling’.
Istilah ’bonek’ dari sisi semantik memiliki makna yang netral dan tidak memiliki tendensi perilaku yang negatif. Orang yang memiliki sifat ‘bondho nekat’ menunjukkan motivasi yang tinggi dan keberanian untuk mencapai suatu tujuan walaupun tidak memiliki bekal yang cukup. Dalam perkembangannya peran media sangat besar dalam mensosialisasikan istilah ini. Istilah bonek kemudian menjadi sifat yang dimiliki oleh suporter yang ingin menonton dan mendukung suatu kesebelasan sepakbola.
Perkembangan makna istilah bonek berikutnya adalah menggambarkan sekelompok penonton sepakbola yang biasanya selalu membuat ulah dan keributan, baik di luar ataupun di dalam lapangan atau stadion. Para bonek biasanya hanya berbekal lima ratus hingga dua ribu rupiah atau kurang dari biaya yang dibutuhkan untuk ongkos berangkat dan pulang dari stadion serta untuk membeli tiket masuk stadion. Bila berangkat ke stadion seringkali bonek ini mencari tumpangan umum seperti truk terbuka atau pick-up atau mencegat kereta api yang sedang lewat. Caranya masuk ke stadion, bonek ini ada yang minta uang untuk beli karcis, ada yang tanpa bayar. Ada yang minta belas kasihan penjaga pintu stadion. Ada yang masuk dengan memanjat dinding stadion atau menunggu jebolnya pintu stadion.
Sementara itu istilah ’boling’ muncul setelah terjadi keributan antar penonton sepakbola saat kesebelasan Persebaya bertanding dengan Persita Tangerang pada 17/3/1997. Label ini diberikan oleh Walikota Surabaya (Sunarto Somaprawiro) melalui sejumlah penerbitan media massa atas kekecewaannya terhadap perilaku para penonton sepakbola dari Surabaya yang diduga melakukan kericuhan di Stadion Benteng Tangerang.
Apapun istilah yang diberikan terhadap pengkonsumsi pertunjukan sepakbola, hal itu menunjukkan bahwa diantara para wartawan, birokrat, maupun penontonnya sendiri memiliki kreativitas tersendiri dalam menjelaskan dan menjalankan peran dalam persepakbolaan.
Penonton sepakbola merupakan orang atau sekelompok orang yang menyaksikan ataupun memberikan dukungan pada suatu tim dalam pertandingan sepakbola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penonton sepakbola merupakan kumpulan orang yang berada dalam suatu situasi sosial tertentu, yaitu situasi pertandingan sepakbola yang menyaksikan atau memberikan dukungan kepada tim yang dijagokannya. Oleh karena penonton sepakbola merupakan suatu kumpulan orang, maka untuk memahami perilakunya diperlukan penjelasan yang terkait dengan konsep seperti situasi sosial dan kelompok sosial.

B. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku agresif suporter
 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku agresif supporter yaitu:
B.1. Faktor Internal
Yaitu faktor dari dalam diri individu yang salah satunya berupa kematangan emosi yang kurang baik. Seseorang yang telah matang emosinya berarti pula dapat mengendalikan luapan emosi dan nafsu, sehingga individu tersebut dapat mengelolanya dengan baik.
B.2. Faktor eksternal
Berupa reaksi atau respon emosi yang diluapkan saat menyaksikan tim yang diidolakannya bertanding, bisa dengan rasa sukacita ketika timnya menang ataupun kekecewaan ketika timnya kalah.
Faktor lain yang berperan besar atas terjadinya kerusuhan dan keributan yang melibatkan supporter di Indonesia,antara lain:
• Menurut Rees dan Schnepel, kerusuhan tersebut terjadi karena frustasi penggemar yang merasa tim kesayangannya “berhak” mendapat hasil yang lebih baik. Rasa frustasi itulah yang mendorong mereka berbuat rusuh. Dalam kasus tertentu, tim pemenang pun juga bisa membuat rusuh. Misalnya ketika tim peringkat bawah secara mengejutkan mengalahkan tim peringkat atas.
• Faktor lain yang juga turut menyumbang kerusuhan adalah alkohol, karena jamak dilakukan menonton pertandingan olahraga sambil mabuk. Namun selain itu, Profesor Dahl dan Stefano DellaVigna dari University of California, Berkeley, menyatakan bahwa kerusuhan juga timbul karena pengaruh film penuh yang kekerasan.
• Dalam paper yang lain, Daniel Wann menjelaskan adanya “social learning theory” yaitu ketika seorang penggemar melihat pemain favoritnya melakukan penyerangan pada lawan mainnya, akan memberikan efek provokasi balik terhadap penggemar untuk ikut menyerang pendukung tim lawan. Mungkin sudah saatnya pemain sepakbola di Indonesia tak cuma dilatih soal fisik, tetapi juga soal menahan emosi, menghargai lawan main, dan terutama menghormati keputusan wasit
• Faktor ekonomi adalah faktor yang berasal dari tingkatan keadaan ekonomi seseorang, umumnya para suporter yang melakukan kerusuhan adalah seseorang yang latar belakang sosial ekonominya rendah, hal itu juga didukung dari korban tindakan agresi yang pernah “ditangani” petugas keamanan yang sempat kesulitan untuk membiayai pengobatan ketika berobat dirumah sakit. (Suryantoanto,2004). Kelas ekonomi kebawah adalah kelas yang paling banyak dalam suatu pertandingan sepak bola. Buktinya tribun yang paling penuh terisi adalah tribun kelas ekonomi, kerena harganya yang relatif terjangkau oleh suporter kelas menengah kebawah. Keadaan ekonomi suporter yang berbeda seperti yang sudah berpenghasilan untuk menonton sepak bola tidak perlu memikirkan untuk membeli tiket, tetapi bagi yang belum berpenghasilan seperti para pelajar untuk menonton pertandingan mereka harus berpikir ulang bagaimana cara membeli tiket.
• Pengurus kelompok-kelompok supporter yang ada hingga saat ini masih lebih banyak melakukan usaha untuk memperbanyak jumlah anggota tanpa memperhitungkan kemampuan untuk mengelolanya. Semakin besar jumlah anggota akan semakin menyulitkan kelompok suporter untuk menertibkan anggotanya. Apalagi di luar anggota yang terdaftar dan terorganisir masih bayak fans yang tidak terdaftar. Membedakan keduanya tidaklah mudah. Suporter yang tidak terorganisir inilah yang lebih sulit untuk dikendalikan. Mungkin sudah saatnya untuk membuat seleksi yang lebih ketat dalam penerimaan anggota. Terutama syarat minimal usia yang diperbolehkan mendaftar. Selain itu juga dibuat atribut khusus yang dapat membedakan antara anggota dan simpatisan. Ini cukup penting agar kelompok suporter tidak terus menerus dijadikan kambing hitam atas setiap kerusuhan yang terjadi. Pembinaan dan pengawasan internal mesti lebih digiatkan. Terapkan sanksi tegas terhadap anggota yang melanggaar aturan seperti membuat keributan dan memancing permusuhan dengan suporter lain. Bisa juga dibentuk keamanan internal yang bertugas menjaga ketertiban anggota sebelum polisi turun tangan. Setiap kebijakan dari pengurus hendaknya dapat diterima dan dijalankan dengan baik hingga ke tingkat paling bawah. Untuk itu perlu diadakan komunikasi yang intensif dan konsisten. Beberapa kelompok suporter telah melakukan hal ini dengan baik namun belum juga berhasil menjangkau arus bawah yang justru paling sering menyebabkan keributan.
C. Asal-usul Kekerasan Suporter Sepak Bola
BAGI penggila sepak bola, istilah hooliganisme bukanlah kosa kata asing lagi. Sebutan hooliganisme merujuk pada fans fanatik Inggris yang hampir di setiap pertandingan berbuat ulah, ricuh dan rusuh. Dalam banyak kasus, terlebih saat Inggris mengalami kekalahan dalam pertandingan tandang maupun kandang, para hooligan kerap berurusan dengan kepolisian karena tidak menunjukkan perilaku sportif.
Sepintas, kaum hooligan adalah para pendukung sepak bola yang suka berdandan aneh-aneh. Kaus bermotif bendera negara atau lambang tim kesebelasannya. Aksesori yang digunakan juga bermacam-macam. Ada emblem klub, kota, atau negara. Tulang-belulang atau rantai pun kadang dikalungkan di leher. Kepalanya ada yang botak plontos, sekujur tubuhnya penuh dengan tato.
Dalam kondisi normal, tampilan para hooligan memang tampak lucu. Namun, begitu mereka beraksi, tak ada lagi yang patut ditertawakan. Mereka suka mabuk-mabukan, muntah, dan kencing sembarangan. Berkelahi dengan siapa saja yang dijumpainya, terutama terhadap pendukung musuh kesebelasannya. Polisi pun dilawan/
Aksi anarkistis para hooligan yang kemudian dikenal dengan sebutan hooliganisme, kini menular ke seluruh penjuru dunia, mulai dari daratan Eropa, ujung Afrika, pedalaman Cina hingga pelosok Indonesia. Bahkan, hooliganisme di negeri ini selain mendorong kekerasan di dalam stadion, juga menyulut keonaran di luar stadion. Sekadar contoh, beberapa waktu lalu, ribuan pendukung Persebaya yang ingin menonton pertandingan di Bandung terlibat dalam kerusuhan. Seperti biasa, stasiun kereta api dirusak, kaca rumah dipecahkan, dan warung dijarah. Aksi vandal Bonek—julukan suporter Persebaya—yang bentrok dengan warga Solo, Jawa Tengah, Jumat (22/1), itu seakan meneguhkan wajah angker sepak bola di Indonesia.
Kisah kekerasan suporter sebagaimana dicerminkan Bonek, salah satu bentuk hooligan versi Indonesia, melahirkan tanda tanya besar di benak kita: ada apa dengan sepak bola dan suporternya? Sejak kapankah hooligan muncul dalam dunia sepak bola? Buku The Land of Hooligans ini secara kronik mengisahkan sejarah para perusuh sepak bola di berbagai negara. Penulis juga berhasil mengurai variabel sosial yang melingkari seluk-beluk kaum hooligan..
Istilah hooliganisme sendiri muncul sejak akhir abad ke 19, tepatnya pada 1898 di Inggris. Tak heran jika Inggris adalah gudang penghasil hooligan yang paling padat. Sementara studi mengenai suporter sepak bola dimulai akhir 1960-an. Sejak itu pula, ada kepedulian politis, sosial, dan media yang besar terhadap hooliganisme sepak bola Inggris.
Puncak aksi hooliganisme terjadi pada 29 Mei 1985 ketika suporter Liverpool menyerang suporter Juventus dalam final Champions Cup di Stadion Heysel, Brussel, Belgia. Peristiwa ini bermula dari pendukung masing-masing klub yang saling mengejek dan melecehkan. Kemudian, para pendukung Juventus mulai melemparkan kembang api ke arah pendukung Liverpool. Huru-hara pun meledak. Akibat peristiwa itu, 39 orang tewas mengenaskan.
Kisah-kisah kekerasan hooligan berikutnya terus terjadi, termasuk dalam pertandingan derby. Di Skotlandia, yang paling sering terjadi adalah perang antar-suporter Glasgow Celtic dan Glasgow Rangers. Celtic adalah klub yang dianggap mewakili agama Katolik, sedangkan Rangers mewakili Protestan.
Di Italia, pertandingan derby Inter Milan versus AC Milan disebut-sebut sebagai perang kaum miskin (Milan) melawan kaum kaya (Inter). Konteks yang sama terjadi pula di Turki. “Derby Istanbul” yang memertemukan Fenerbahce versus Galatasaray adalah pertandingan yang dianggap sebagai perang kaum miskin (Fenerbahce) versus aristokrat (Galatasaray).
Secara sosiologis, popularitas sepak bola mempresentasikan permainan kelas bawah. Maklum, media massa sebelum era 1995-an masih mencemooh sepak bola milik kelas proletar di Eropa, milik masyarakat Dunia Ketiga di Asia dan Amerika Latin, dan milik penduduk terbelakang di Benua Afrika.
Terutama kaum buruh sangat menyukai permainan sepak bola sebagai orahraga kasar. Fakta membuktikan, sebagian besar pemain sepak bola, kendati sekarang sudah menjadi jutawan atau miliarder, berasal dari lingkungan buruh. Dengan sendirinya sepak bola menemukan akar yang kuat di komunitas buruh.
Sekarang sepak bola telah menjadi kompetisi. Dalam sepak bola, yang ingin diraih adalah memertahankan kehormatan. Kemenangan adalah segalanya. Jadi, segala cara untuk meraih kemenangan halal dilakukan, termasuk memprovokasi emosi penonton untuk mengacaukan permainan lawan hingga lahir aksi-aksi hooliganistis..
Salah satu pihak yang turut bertanggungjawab penyakit hooliganistik itu adalah pemain. Pemain sejatinya menampilkan permainan yang menarik dan sportif. Begitu memeragakan kekerasan, dia wajib dihukum seberat-beratnya sehingga tidak memicu suporter membuat onar.
Sepak bola memang memiliki kisahnya sendiri. Konteks yang ingin ditegaskan penulis buku ini bahwa pertandingan sepak bola di Indonesia akan berlangsung memesona jika setiap pemain kesebelasan mampu memperagakan skil permainan yang berkelas, panitia pertandingan bisa menjaga keamanan penonton, suporter dilarang melecehkan tim lawan, juga pengelolaan setiap pertandingan harusnya lebih profesional.
D. Perspektif Frustation-Agression dalam Memandang Tingkah Laku Agresif Suporter Sepak Bola atas Kekalahan Tim yang Didukungnya
Sepak bola merupakan olahraga yang banyak diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan tanpa memandang kasta dan usia. Selain itu, adanya kemajuan teknologi menyebabkan sepak bola dapat dinikmati dengan mudah oleh masyarakat, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Berbagai faktor tersebut yang menjadikan sepak bola sebagai olahraga yang digemari oleh banyak orang di berbagai tempat. Berdasarkan pemahaman, penonton dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu penonton yang hanya sekedar menikmati pertandingan sepak bola tanpa memihak atau mendukung salah satu tim sepak bola serta kelompok penonton yang mendukung dan memberikan semangat kepada tim sepak bola yang mereka dukung atau disebut suporter
[1]. Suporter merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang secara relatif tidak teratur dan terjadi karena ingin melihat sesuatu (spectator crowds)
[2]. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan kelompok penonton, akan tetapi perbedaannya adalah jika spectator crowds adalah kerumunan penonton tidak direncanakan, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada umumnya tidak terkendali. Sedangkan suatu kelompok manusia tidak hanya tergantung pada adanya interaksi di dalam kelompok itu sendiri, melainkan juga karena adanya pusat perhatian yang sama. Fokus perhatian yang sama dalam kelompok penonton yang disebut suporter dalam hal ini adalah tim sepak bola yang didukungnya. Keberadaan suporter sepak bola mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya waktu dan kompleksitas masyarakat secara keseluruhan. Sebelum tahun 1995 suporter sepak bola terbatas pada kelompok pendukung masing-masing klub, namun sejak tahun 1995 suporter sepak bola tersebut terorganisir dan mempunyai nama kelompok suporter pada masing-masing klub
[3]. Bonek merupakan salah satu contoh kelompok suporter Tim Persebaya yang lahir pada tahun 1995 mengawali kelompok-kelompok suporter yang lain. Ternyata lahirnya Bonek menginspirasi munculnya kelompok-kelompok suporter klub sepak bola lainnya. Diantaranya adalah LA Mania merupakan suporter pendukung klub Persela (Persatuan Sepak bola Lamongan), Aremania adalah suporter klub Arema (Arek Malang), Slemania adalah suporter klub PSS (Persatuan Sepak bola Sleman), Viking adalah suporter klub Persib (Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung) , serta Jakmania adalah suporter klub Persija (Persatuan Sepak bola Indonesia Jakarta). Akan tetapi, tidak jarang para suporter tersebut melakukan tindakan anarkis saat menyaksikan suatu pertandingan sepak bola. Tindakan anarkis yang dilakukan suporter dapat dilakukan baik secara individu maupun kolektif. Bentuk tindakan anarkis secara individual, misalnya pemerasan, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Sedangkan tindakan secara kolektif misalnya merusak fasilitas umum dan menjarah. Negara-negara di benua Eropa banyak melahirkan para pemain dan tim sepak bola profesional, serta menggelar acara pertandingan internasional yang melibatkan pemain kelas dunia untuk bermain di Liga Eropa serta disaksikan oleh ribuan penonton. Dalam Liga Eropa sering terjadi kerusuhan dalam pertandingan, terutama di Inggris. Inggris mempunyai catatan sejarah terpanjang dengan kerusuhan yang pernah terjadi. Peristiwa yang paling dramatis yaitu di Stadion Heysel, Brussel, Belgia yang menewaskan 39 orang dari Italia
[4]. Sepak bola, tidak bisa dipungkiri merupakan olahraga yang paling digemari di seluruh dunia. Euforia yang dimunculkan oleh olahraga yang telah berusia tiga abad ini sangat luar biasa. Dukungan yang diberikan oleh suporter terhadap tim kesayangannya seringkali melahirkan sikap yang berlebihan atau fanatik. Hal ini menumbuhkan harapan yang berlebihan pada diri para suporter. Mereka berharap tim yang didukungnya selalu memenangkan pertandingan. Harapan-harapan ini seringkali menimbulkan sikap-sikap yang tidak lagi logis. Berbagai cara dilakukan untuk melihat timnya memenangkan pertandingan. Fanatisme para suporter akan melahirkan interaksi yang kurang harmonis antarsuporter yang berbeda. Interaksi ini membawa konsekuensi lahirnya kekerasan (tawuran) antarsupoter. Tawuran suporter di Indonesia juga sangat banyak dan tidak sedikit korban yang ditimbulkannya. Suporter yang suka membuat keributan di negara Inggris dikenal dengan istilah Hooligans, sedangkan di Indonesia lebih dikenal dengan Bonek (bondho nekat). Hooligans maupun Bonek merupakan sebuah kumpulan yang tidak resmi dari beberapa suporter yang seringkali menciptakan keributan antarsuporter. Sepak bola bahkan dinilai sebagai sebuah metamorfosis pertandingan gladiator, yaitu pertarungan dua ksatria hingga meninggal dunia pada zaman Romawi Kuno yang dimodernisasi
[5]. Suporter yang tawuran seringkali menimbulkan banyak korban. Keprihatinan tersendiri bagi kalangan orang-orang yang berkecimpung dalam sepak bola. Olahraga yang bertujuan menjunjung tinggi fair play dan sportivitas yang tinggi ternoda oleh berbagai kasus kekerasan.
Teori Frustation-Agression. Beberapa pakar psikologi sosial menempatan penelitian dan pembahasan tentang perilaku kelompok dalam prioritas yang cukup tinggi. Keterpaduan kelompok (group cohesiveness) diterangkan oleh berbagai teori. Kohesivitas kelompok dipengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain kelangsungan keberadaan kelompok (berlangsung dalam waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota, adanya tradisi dan kebiasaan, ada organisasi dalam kelompok, dan kesadaran diri kelompok, pengetahuan tentang kelompok, keterikatan kepada kelompok
[6]. Keterpaduan kelompok diawali oleh ketertarikan terhadap kelompok dan anggota kelompok dan dilanjutkan dengan interaksi sosial dan tujuan-tujuan pribadi yang menuntut adanya saling ketergantungan. Pada gilirannya kekuatan-kekuatan di lapangan itu akan menimbulkan perilaku kelompok yang berupa kesinambungan keanggotaan dan penyesuaian terhadap standar kelompok, misalnya kelompok suporter tim sepak bola yang tetap konsisten dengan standar kelompoknya untuk memberikan dukungan terhadap tim yang didukungnya
[7]. Tim suporter tentu mengharapkan kemenangan dan kejayaan tim yang didukungnya. Kemenangan merupakan dimensi tujuan setiap suporter dalam menyaksikan pertandingan.Akan tetapi, dimensi tujuan itu menjadi kemutlakan dan menimbulkan perasaan frustasi yang berlebihan jika tidak sesuai dengan harapan. Agresi dapat muncul sebagai reaksi terhadap rasa frustasi. Rasa frustasi menyebabkan energi dalam diri individu maupun komunitas sosial meningkat dan disalurkan melalui perilaku agresi. Adanya rasa frustasi tidak selalu berhubungan langsung dengan sepak bola atau harapan kemenangan yang tidak tercapai.
Sepak bola memicu emosi yang sangat kuat yang mengingatkan kita akan masa peperangan suku-suku. Sifat pertandingan sepak bola itu juga mendorong perilaku agresi kolektif atau agresi bersama. Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisik. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresi
[8]. Tindakan agresi merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku agresif lebih menekan pada suatu yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dan secara sosial tidak dapat diterima. Perilaku-perilaku agresif selalu dipersepsi sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut. Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya.
Suporter adalah komunitas yang terdiri dari beragam latar belakang dan menjalani keseharian dalam realita kehidupan. Realita yang seringkali tidak selaras dengan konsep idealnya tentang kehidupan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi frustasi. Tidak adanya keadilan, kesejahteraan, dan kemapanan hidup yang dicita-citakan semakin menambah kepenatan seseorang. Individu-individu dalam masyarakat akan menjadi kekuatan sosial terorganisir jika memiliki kesamaan nasib antara satu dengan lainnya. Sepak bola dapat menjadi alternatif menghilangkan rasa frustasi akibat himpitan hidup yang semakin hari semakin berat.
Teori frustration-agression dalam memandang tingkah lagu agresif supporter sepak bola terdiri atas contagion teory dan convergen teory. Contagion teory meneliti perilaku penonton dan menegaskan bahwa individu-individu penonton telah berubah menjadi individu yang sukar untuk dikontrol setelah dijangkiti oleh penularan sosial. Sedangkan convergen teory adalah kerumunan penonton terdiri dari kelompok orang-orang yang datang dengan kemauan sendiri dan berkumpul bersama-sama dan menunjukan sifat kebersamaan
[9]. Kerumunan penonton olahraga awalnya memperlihatkan gejolak dan reaksinya dengan proses yang disebut milling, yakni proses individu menjadi tegang, takut, bergairah dan semakin meningkat sehingga dapat membuat tindakan impulsif di bawah pengaruh impuls bersama. Gejolak dan reaksi yang semakin meningkat dapat mempengaruhi orang sekitar dan dapat menyebabkan kerusuhan
[10]. Di sisi lain, dalam konteks sosial sepak bola dapat dijadikan media untuk menumpahkan segala kepenatan dan rasa frustasi masyarakat. Masyarakat tidak sekadar mencari hiburan untuk mengurangi kepenatan hidup lewat permainan atraktif pesepak bola di lapangan, tetapi seringkali mengidentifikasi kesebelasan favoritnya sebagai wakil penyampaian aspirasinya.
Perasaan terasing di negerinya sendiri, khususnya di kotanya sendiri telah membentuk mental perilaku mereka yang nekat. Kebanyakan dari mereka adalah kaum yang termarjinalkan secara sosial dan ekonomi. Kesulitan mendapatkan akses kesejahteraan hidup dialami mereka. Kondisi keterpurukan dan ketidakberdayaan dari komunitas bonek tersebut kemudian diwujudkan melalui tindakan-tindakan anarkis dan kekerasan.
Mengacu pada social earning theory, perilaku individu-individu yang tergabung dalam bonek didapatkan dari proses interaksi dengan lingkungan sosialnya
[11]. Banyak perilaku agresif diperoleh dari hasil observasi perilaku agresif orang-orang di sekitarnya, sehingga tidak setiap suporter Persebaya memiliki sikap dan perilaku anarkis, tetapi hanya pengaruh komunitas suporternya. Sejalan dengan hal tersebut, stigma bonek (bondho nekat) yang dilekatkan pada suporter Persebaya justru berdampak tidak baik. Pengaruh stigma ini perlahan juga ditiru oleh generasi berikutnya dan predikat tersebut justru menjadi kebanggaan bagi yang menyandangnya.
D.2 Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa meskipun agresi dapat muncul sebagai reaksi terhadap rasa frustasi, teori frustation-agression menerangkan bahwa adanya rasa frustasi tidak selalu berhubungan langsung dengan harapan kemenangan yang tidak tercapai dari tim sepak bola yang didukung sehingga memicu perilaku agresi. Teori frustation-agression dapat menjawab sebagian besar pertanyaan mengenai perilaku agresif suporter sepak bola atas kekalahan tim yang didukungnya. Akan tetapi, teori tersebut kurang tepat diterapkan dalam kondisi lain karena terdapat beberapa faktor yang dapat melatarbelakangi perilaku agresif suporter sepak bola selain karena kekalahan tim yang didukungnya.

Sudah seharunya persepakbolaan di Indonesia berbenah diri, khususnya para pendukung fanatik sepakbola. Diperlukan koordinasi dan kesadaran tinggi akan fair play semua pihak untuk menghentikan anarkisme para suporter, baik dari aparat kemanan, penyelenggara pertandingan, pemerintah setempat, koordinator wilayah masing-masing daerah asal suporter, dan klub itu sendiri. Sehingga dengan begitu tidak akan ada lagi aksi lempar antar suporter, aksi pemukulan terhadap wasit, atau sederet kejadian kelam yang terjadi karena sepak bola.


BAB III
KESIMPULAN

Memang tidak ada yang salah apabilah suporter terlalu fanatik terhadap klub sepakbola tertentu, tapi jika diwujudkan dengan kekerasan itu adalah salah besar. Suporter merupakan bagian penting dalam dunia sepakbola karena fungsi utama suporter sebenarnnya adalah untuk penyemangat tim saat bertanding. Suporter sering disebut juga pemain ke-12 karena peranya yang begitu penting dalam setiap pertandingan sepakbola. Bayangkan saja apabila dalam suatu pertandingan tanpa dihadiri suporter maka akan terasa ada yang kurang.
Dalam suatu pertandingan pasti ada menang dan kalah. seharusnya suporter bisa menyikapi setiap hasil pertandingan dengan lapang dada. Agar persepakbolaan di Indonesia bukan hanya terkenal dengan "aksi nekat" suporternya saja namun harapan kita bersama persepakbolaan Indonesia bias terkenal dengan prestasinya.
Suporter sepakbola jangan dihadapi sebagai musuh. Tapi sebagai anggota keluarga yang perlu dirangkul, dibina, diarahkan, diberikan motivasi dan lain sebagainya. Semuanya dilakukan dengan komunikasi dua arah yang terbuka. Jangan hanya ditegur dan dimarahi tanpa memberikan kesempatan mereka untuk berbicara.
Majulah sepakbola Indonesia…………..

Selasa, 22 Maret 2011

Sejarah Perang Khaibar

Pertempuran Khaibar adalah pertempuran yang terjadi antara umat Islam yang dipimpin Nabi Muhammad dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. William Montgomery Watt menganggap penyebab pertempuran ini adalah Yahudi Bani Nadhir yang menimbulkan permusuhan melawan umat Islam.[1] Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan umat Islam, dan Muhammad berhasil memperoleh harta, senjata, dan dukungan kabilah setempat.Hanya beberapa hari Muhammad berada di Madinah usai peristiwa Hudaibiya itu. Sekitar dua pekan kemudian, Rasul bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer menuju Khaibar, daerah sejauh

tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.
Yahudi tak mempunyai cukup kekuatan untuk menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka mampu menyatukan musuh-musuh Muhammad dari berbagai kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti pada Perang Khandaq. Bagi warga Muslim di Madinah, Yahudi lebih berbahaya dibanding musuh-musuh lainnya.
Maka Nabi Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tak mudah dilakukan. Pasukan Romawi yang lebih kuat pun tak mampu menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.
Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Abu Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.
Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Keberhasilannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari abad ke abad. Ali dan pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan. Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.
Setelah itu benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam.
Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.
Perlindungan itu tampaknya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan kalangan Islam dan Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan kelompok Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.
Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Nabi Muhammad. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya setelah merasa ada hal yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan sahabat Rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.
Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi kelompok Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kemudian ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.
Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat semakin terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat lebih berkonsentrasi dalam dakwah membangun moralitas masyarakat.
Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka banyak yang menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman, orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam perjanjian ini, dan seluruh orang bani Nadhir akhirnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang dijadikan budak.
Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih tinggal di Khaibar, hingga akhirnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah mereka menjadi milik komunitas Islam.
Karena kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata "Khaibar" sering disebutkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata buatan orang-orang Islam.
imgSidik dalam acara serah terima bantuan RZI-Qatar Charity



5-Agustus-2008 JAKARTA. Bagi kebanyakan orang keterbatasan fisik, menjadi penghalang untuk berbuat maksimal, tidak mampu bekerja apalagi untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Namun tampaknya hal ini tidak berlaku bagi Sidik, laki-laki kelahiran Bogor 5 Juni 1965 ini mampu membuat prestasi gemilang dalam kondisi fisiknya yang sangat terbatas. Sidik tidak memiliki dua pasang kaki seperti umumnya manusia normal. Dia memang terlahir tanpa kedua kaki, alias cacat sejak lahir.

Meskipun demikian bapak dua orang anak ini mampu lulus hingga Diploma. Sidik adalah lulusan Diploma III Institut Manajemen Komputer Akuntansi ( IMKA ) tahun 1992. Warga jalan Cempaka Putih ini juga pernah bekerja di salah satu perusahaan kontraktor.

” Tahun 1998 saya sempat bekerja di kontraktor, penghasilannya juga lumayan hanya saja saya merasa ini bukan yang saya cari. Saya ingin buka usaha sendiri untuk memberi contoh pada orang cacat fisik lainnya agar mau bangkit dan berjuang. Saya ingin memberikan contoh bahwa tidak selamanya keterbatasan fisik menghambat pekerjaan,” jelasnya.

Dikisahkan Sidik, dulu dirinya memakai sepeda kayuh untuk beraktivitas, hingga terjadi kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. “ Ketika saya sedang mengayuh sepeda di jalan raya, tiba-tiba ada mobil yang menabrak saya. Ternyata malah orang yang menabrak itu ngasih saya motor. Nah jadilah motor itu, hasil modifikasi saya,” terangnya sambil menunjukkan motornya. Sampai sekarang Sidik memakai motor modifikasi dimana ada gerobak di sampingnya, sehingga seimbang dan tidak ambruk.

Menginjak tahun ke sembilan, usaha Sidik makin pesat. Kini ia memiliki dua orang pegawai yang mengantar kerupuk ubinya keliling Jabotabek.” Sekarang per hari saya bisa dapat keuntungan bersih 400 ribu rupiah, kalo sebulan saya harus menggaji dua orang pegawai saya 500 ribu, berarti sebulannya keuntungan bersih saya sebulan 11 juta, “ tuturnya sumringah.

Sidik merupakan salah seorang penerima manfaat bantuan dari Rumah Zakat Indonesia hasil kerjasama dengan Qatar Charity Indonesia di Masjid Syuhada beberapa waktu lalu. Bantuan yang didapatnya menurut rencana akan digunakannya untuk membeli alat spinner seharga 4,7 juta rupiah. Kedepannya ia harap usahanya akan lebih maju lagi.” Saat ini saya sangat menyayangkan sulitnya mengurus perijinan, bahkan untuk mendapatkan SIUP saja susah. Perijinan di pemerintahan itu saya harap tidak dipersulit, ” keluhnya.

Menjual kerupuk keliling Jabotabek bukannya dijalani Sidiq tanpa lara, pernah sesekali dia mendapatkan penghinaan karena kondisi fisiknya.” Pernah ketika saya akan mengajukan proposal untuk menjalin kerjasama, malah orang tersebut mikir dikiranya saya ini mau minta –minta, mungkin mereka melihat kondisi fisik saya. Saya heran di Indonesia ini masih memandang orang yang cacat dengan sebelah mata,”ceritanya.

Menurut suami dari Siti Rohman ini, saat ini yang paling sulit adalah mencari pasokan bahan baku.” Saat ini pasokan ubi bisa saya dapatkan dari pinggiran Jakarta, kalo di Jakarta suka susah dapatnya. Seharinya untuk bahan baku saya memerlukan 50 kg ubi dengan harga 5000 rupiah per kilonya.” tuturnya.

Ke depannya Sidiq ingin mengembangkan usahanya ke bisnis bir pletok semacam minuman jahe yang membuat badan menjadi hangat.” Saya ingin orang –orang yang memiliki keterbatasan fisik seperti saya melihat bahwa tidak selamanya keterbatasan fisik menghalangi kita untuk membuka usaha sendiri. Ditanya tentang rahasia suksesnya Sidik menjawab, ” Ulet, pantang menyerah dan berdoa,” singkatnya. ***

Kisah Sukses berwiraswasta.

Bagi Anda yang ingin berwiraswasta atau berwirausaha atau ingin mandiri dengan usaha sendiri atau Anda yang sudah mulai berwiraswasta namun masih ragu,maka beberapa contoh kisah sukses mereka yang sudah berwiraswasta berikut ini mungkin bisa menjadikan motivasi untuk tetap berusaha terus menuju kesuksesan dalam berusaha. Contoh kisah nyata 1: Empat orang mahasiswa di Jogjakarta setelah selesai kuliah tertarik untuk membuka usaha secara patungan,dimulai sejak tahun 2002 yang sukses dengan usaha waralabanya “Tela-tela”. Bisnis ini mereka tekuni awalnya hanya iseng tertarik dengan kentang goreng dengan saus yang disajikan oleh KFC atau Mikky Donuld. Mereka menyajikanya mirip tapi berdasarkan bahan baku berbeda. Kalau di KFC dengan kentang yang digoreng namun mereka mencoba membuat gorengan ala kentang KFC berbahan dasar singkong. Walaupun berbahan singkong namun dengan disajikan menarik seperti kentang KFC dan dijual dengan gerobak khusus yang dicat merah-kuning layaknya Mikkey Donuld, membuat masyaakat sekitar jadi tertarik. Awalnya hanya ditawarkan dikampus sesama para mahasiswa namun karena laris akhirnya membuka kios kecil dan hasilnya luar biasa, singkong gorengnya laris manis luar biasa!. Sampai mereka di Undang diacara Kick Andy di Metro TV dan mereka menceritakan hal ilhkwal bisnis gorenganya sampai di tahun 2008 sekarang ini, jumlah Otlet dengan sistem waralabanya berjumlah lebih dari seribu unit dan berpenghasilan atau omset milyaran rupiah tiap bulanya. Hebat bukan?. Sungguh tak percaya singkong yang murahan dikampung , disajikan dengan kemasan berbeda dan dikembangkan dengan sistem manajemen waralaba, yaitu dibuka untuk siapa saja untuk bergabung dengan menggunakan lisensi dagangya “tela-tela” dengan mendaftar dengan modal 8 juta rupiah,menjadi bisnis beromset milyaran rupiah perbulan, merupakan hasil luar biasa yang tidak mungkin diperoleh oleh karyawan biasa bukan?. Contoh kisah nyata 2: Seorang pemuda tidak lulus sekolah SD dari Solo, membuka kios Bakso Solo dan diberi nama “Jhon Kelana” dan di promosikan lewat siaran radio setempat akhirnya laris uar biasa! Dan jadi tempat tongkrongan anak muda, kemudian diperluas dengan menambah outlet bakso”Jhon kelana” dan dengan sistem waralabanya diseluruh tanah air mencapai lebih dari seribu unit kios”Bakso Jhon Kelana” dan beromset milyaran rupiah juga. Ia diminta hadir dan memberikan pengalamanya bersama Andrie Wongso di ancara Kick Andy Metro Tv.. Sungguh luar biasa bukan? Contoh kisah nyata 3: Seorang perempuan tidak lulus SMA, tepatnya hanya sampai kelas dua dan di droup out karena perempuan tersebut gemar berwiraswasta diluar sekolah, akhinya meantau ke Bandung dan membuka pengepul Ikan dari para nelayan, awalnya dia mengantarkan ikan-ikanya tersebut dengan truk ke hotel-hotel dan restorant di Jakarta dan harus menginap di Truk karena jarak dari Bandung – Jakarta lumayan jauh,namun karena kegigihan usahanya terus berkembang dan suatu hari mendapat permintaan dari orang Jepang untuk mengekspor Loftsernya ke Jepang, Dan pada kejadian gempa tsunami Aceh kemarin dia bersama sang suami ke Aceh tempat gempa paling parah dengan menyewa pesawat Checnya atau pesawat kecil antar kota. Saat meberikan bantuan itulah banyak penyumbang lain terutama dari Jepang yang mengenalnya dan bermaksud menyewa pesawatnya,dengan pengalaman lucu kata Ibu Susi ini namanya, orang-orang Jepang ini selalu datang ke tempat Bu Susi ini dengan menanyakan Susi Air, padahal pesawat yag dipakai tadi hanya pesawat sewaan. Namun orang Jepang tadi tidak mau ambil pusing dan menyewa untuk beberapa hari untuk kendaran di Aceh. Dan akhirnya timbul niat dari bu Susi ini untuk usaha penyewaan pesawat kecil antar kota, Hsilnya luar biasa!, tanpa harus bersaing dengan bisnis penerbangan besar lain,saat ini tahun 2008 dia bersama suami mempunyai pesawat sendiri berjumlah 17 buah untuk disewakan dan beromset milyaran rupiah perbulan. Sungguh luar biasa bukan?tidak lulus SMA pun hasilnya luar biasa. Contoh kisah Nyata 4 : Seorang pemuda dari Karanganyar tadinya seorang karyawan biasa pada perusahaan,namun timbul pemikiran menarik,bahwa bagaimana nasibnya bila ia terus menjadi karyawan yang gajinya kecil dan kenaikan gajinya hanya 10 sampai 15 % pertahun. Sampai usia berapa ia harus bekerja? Ia ingin punya rumah,punya mobil dan sebagainya. Akhirnya ia membuka usaha sendiri membuka usaha jasa pengiriman barang, kalau sekarang mirip TIKI atau titipan kilat. Dari pertama yang menyewa rumah dengan dibantu 5 orang karyawan, berhasil mendekati bank-bank dan kantor yang memerlukan jasanya, dan singkat cerita tahun 2008 ini ia telah mempekerjakan karyawan sebanyak 3000 orang karyawan dengan omset perbulan 30 milyaran rupiah, Fantastik! Luarbiasa!, dari seorang karyawan yang mau maju dan mau mandiri akhirnya jadi pengusaha sukses,benar-benar sukses bukan?. Nah dari cerita diatas tentunya akan menggugah diri kita masing-masing bagaimana caranya untuk bisa mandiri seperti mereka dan bisa sukses seperti mereka, yang penting ada kemauan dan tentunya akan ada jalan. Ngak usah muluk-muluk dulu, bisa dimulai dengan buka warung ayam lalapan atau warung nasi campur, yang penring sabar dan tekun, siapa tahu bisa sukses seperti Wong Solo, dulunya cuma bermodal 4 ekor ayam dengan bangku kecil dan spanduknya yang besar,sukses akhirnya. Bukankah banyak jalan menuju sukses! Sukses adalah milik setiap orang, bukan milik orang-orang tertentu saja, demikian pesan sang Motivator no.1 Indonesia Andrie Wongso. Selamat mecoba Semoga berhasil! Good Luck!

Lebih lanjut tentang: Kisah Sukses Berwiraswasta