Senin, 04 Oktober 2010

http://ratnakumara.wordpress.com/2010/09/13/keprihatinan-atas-tragedi-penganiayaan-pendeta-gereja-hkbp-ciketing-bekasi/

KRONOLOGI KEJADIAN

Berdasarkan informasi dari Pendeta Leonard Nababan, gembala sidang di HKBP Bekasi, yang dihubungi Kompas.com, korban penusukan bernama Pendeta ST.Sihombing. Menurut Pdt.Nababan, Sihombing sedang berjalan kaki menuju ke gereja, sekitar pukul 08.30 WIB. Saat itulah penusukan terjadi. Pelaku menggunakan sepeda motor, dan langsung melarikan diri setelah melakukan penusukan.
Informasi pertama mengenai tindakan kekerasan ini pertama kali beredar luas di jejaring Twitter. Disebutkan , Pdt. Luspida Simandjuntak dipukuli dan satu pendeta lain, yaitu Pendeta ST. Sihombing ditusuk benda tajam menjelang ibadah, disebutkan juga, salah satu pendeta ini dilarikan ke rumah sakit Mitra Keluarga Bekasi, karena kritis akibat pendarahan.( http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5263374)

Pendeta ST.Sihombing


Pdt.Luspida Simanjuntak
Menurut penuturan Pendeta Luspida Simanjuntak, ia mengenali salah satu orang yang memukulnya. “Saya dipukul dengan stick panjang dari depan di kepala. Kemudian dari belakang di leher dan di punggung”, demikian ia menyatakan. (http://sipayung-hoga.blogspot.com/2010/09/menikam-jemaat-dan-pukul-pendeta-hkbp.html)
Sejak Juli 2010 lalu, jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi, tidak dapat beribadah semestinya dengan aman lantaran terjadi sejumlah kasus kekerasan. Seperti diketahui, saat ibadah setiap Minggu ratusan jemaat HKBP kerap ditunggui oleh pihak-pihak yang menentang diadakannya peribadatan Gereja HKBP di areal tanah di Desa Ciketing, Bekasi. Setelah bertahun-tahun sebelumnya, aktivitas peribadatan ini telah berlangsung tanpa masalah. (http://sipayung-hoga.blogspot.com/2010/09/menikam-jemaat-dan-pukul-pendeta-hkbp.html)

LATAR BELAKANG KEJADIAN
Tragedi kekerasan yang menimpa jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi tersebut memang tidak baru kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pada hari Minggu, 01 Agustus 2010, terjadi bentrok antara Ormas Islam dengan jemaat gereja HKBP. Tidak ada korban jiwa dalam musibah itu.

Anggota FPI
http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/08/08/brk,20100808-269588,id.html
Bentrok terjadi ketika sekitar 200 anggota Ormas Islam mendatangi lokasi kebaktian jemaat gerja di lahan kosong Kampung Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, meminta bubar karena tidak mengantongi izin.

Jemaat HKBP Bekasi Terpaksa Beribadat Tanpa Gedung Gereja
Koordinator ormas Islam Murhali Barda, mengatakan jemaat gereja HKBP tidak mentaati aturan. Murhali melihat, sikap jemaat HKBP yang bersikeras melakukan kebaktian meski tanpa memiliki izin merupakan aksi provokasi.

Koordinator FPI, Murhali Barda bersitegang dengan Pendeta Gereja HKBP, Minggu 1 Agustus 2010
Tujuannya, agar umat Islam melakukan aksi anarkis sehingga jemaat gereja merasa didzolimi. “Ini provokasi, seakan-akan mereka didzolimi, dan itu yang dijual ke masyarakat luas,” kata Ketua Front Pembela Islam Bekasi Raya itu.

Massa Segel Gereja HKBP Ciketing, Bekasi
Pendeta Luspida, sebelumnya mengatakan lahan yang digunakan kebaktian adalah milik jemaat HKBP, sehingga mereka sah memakai lahan itu untuk kegiatan peribadatan. “Kami juga telah mengurus izin tetapi belum direspon,” katanya. (http://www.warta-ummat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2134:ormas-islam-di-bekasi-harus-cerdas-menelaah-tragedi-hkbp&catid=105:umum&Itemid=518)
AJAKAN : MARI BERTENGGANG-RASA DI TENGAH PERBEDAAN
Ada pelajaran berharga yang bisa kita petik dari tragedi penganiayaan jemaat dan pendeta gereja HKBP tersebut diatas, yaitu pelajaran tentang pentingnya rasa keramah-tamahan/persahabatan universal, atau toleransi, atau tenggang-rasa yang sepertinya telah meluntur dari lubuk sanubari masyarakat Indonesia.
Ketika saya kecil, pelajaran PMP, atau “Pendidikan Moral Pancasila”, yang kemudian diubah menjadi mata pelajaran PPKn, atau “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”, berulangkali menekankan dan meresapkan pentingnya rasa tenggang-rasa, toleransi, atau keramah-tamahan dan persahabatan universal. Dan penekanan pelajaran tenggang-rasa tersebut memang sebenarnya sangat bermanfaat, terbukti waktu itu kehidupan beragama di Indonesia bisa terjaga dengan apik, harmonis, tanpa dihiasi kekerasan-kekerasan seperti yang sekarang ini terjadi, didukung dengan wibawa POLRI dan TNI yang mampu memberantas setiap gerakan radikal yang bernafaskan SARA.

Spanduk Ancaman terhadap Jemaat Gereja HKBP
Dalam gerakan reformasi tahun 1998, memang segala hal tentang Pancasila, termasuk pelajaran PMP atau/ PPKn ini ditentang oleh arus masyarakat kala itu. Segala bentuk Upacara Bendera ditentang. Tapi sekarang ini, saya rasa itu bukan aspirasi murni dari gerakan demonstrasi mahasiswa saat itu. Ketika melihat dan mendengarkan statement-statement dari pemimpin-pemimpin teroris yang akhir-akhir ini ditangkap oleh POLRI (seperti misalnya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir), yang menyatakan bahwa “Pancasila adalah Syirik”, “Demokrasi adalah Syirik”, “Penghormatan pada Bendera Merah-Putih adalah Syirik”, “Pluralisme adalah musyrik”, patut diduga dengan kuat, bahwa ketika reformasi 1998 berlangsung, aktivis-aktivis yang berhaluan atau berideologi terorisme – seperti ideologinya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Amrozi, Noordin M Top, dll. – ikut menunggangi gerakan reformasi yang dipelopori Mahasiswa waktu itu, sehingga salah satu “goal” yang ingin dicapai adalah dihapuskannya kurikulum yang berisikan pendidikan Pancasila (PMP atau/ PPKn) dan peniadaan upacara Bendera sesuai dengan ideologi fundamental yang mereka yakini dan hingga kini mereka serukan bahkan mereka implementasikan dalam sikap hidup mereka dan kelompoknya.
Untuk itu, saya mengajak mari kita kembali pada pelajaran tenggang-rasa yang pernah diresapkan ke dalam sanubari kita sejak kecil melalui kurikulum “Pendidikan Moral Pancasila” (PMP) waktu itu. Ummat beragama di Indonesia, agama apapun, baik itu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Kong-Hucu, semuanya sejatinya memiliki sifat luhur “persahabatan-universal” ini. Ummat Islam Indonesia sendiri, yang akhir-akhir ini banyak dituding-tuding dan didiskreditkan sebagai ummat yang menyukai kekerasan, sesungguhnya tidaklah seperti yang ditudingkan tersebut, dan bila ada, itu hanya sebagian kecil saja dari ummat Islam ; TIDAK-SEMUANYA, sehingga tidak bisa digeneralisasikan . Ini semua akibat ulah teroris yang menyusup ke tengah-tengah masyarakat Islam Indonesia, dan berlindung dibalik simbol-simbol agama Islam.
Asia Lumban Toruan Sihombing, salah seorang pendeta HKBP dianiaya saat berjalan beriringan bersama 250 jemaat gereja sekitar pukul 08.00, Pondok Timur, Ciketing, Kota Bekasi. Asia menjadi sasaran penusukan oleh sejumlah orang tidak dikenal bersama dengan dua kolega Asia, yakni Pendeta Luspida Simanjuntak dan Rishomus Nainggolan, juga menjadi korban.

Luspida terkena pukulan di bagian pelipis hingga bocor. Saat itu dia ingin menolong Asia. Sedangkan Rishomus terluka ringan setelah ditabrak oleh seorang pengendara sepeda motor yang diduga anggota gerombolan tersebut. Luspida mengatakan, peristiwa tersebut terjadi sangat cepat. Saat itu dia bersama 250 jemaat Gereja HKBP Pondok Timur mendatangi tanah lapang untuk beribadah. Tiba-tiba dia dipepet pengendara motor dari arah berlawanan. Pelaku terlebih dahulu menyenggol Rishomus, anggota jemaat yang lain.

Luspida tak sempat menolong Rishomus. Sebab, pada saat yang sama dia juga mendengar teriakan jemaat di deretan paling belakang yang melihat Asia berlumuran darah. "Saya tersentak dan langsung mencopot jas saya untuk mengikat luka korban agar tidak terus mengeluarkan darah," tuturnya kemarin.

Setelah menolong korban, tambah Luspida, dirinya mengantar korban ke rumah sakit. Namun, di tengah perjalanan, pelaku penusukan itu berhenti di depan Luspida. Secara tiba-tiba, dia memukul pelipis dan punggung Luspida dengan menggunakan benda tumpul.

Di tempat yang sama, Rishomus mengatakan bahwa dirinya terlebih dahulu ditabrak pengendara motor. "Saya membiarkan karena mereka mungkin tidak sengaja menabrak," tuturnya.

Namun, tak berselang lama dia mendengar teriakan jemaat yang melihat Asia menjadi korban penusukan. "Kami pun berusaha menghalangi pengendara motor itu agar berhenti," ujarnya. Namun, pelaku bisa melarikan diri. Kasus tersebut diduga buntut dari kebijakan Pemkot Bekasi yang menyegel Gereja HKBP Pondok Timur pada Maret 2010 terkait dengan masalah perizinan bangunan.

Dari RS Mitra Keluarga, Bekasi Timur, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Timur Pradopo langsung menemui dua pemimpin Gereja HKBP Pondok Timur yang dirawat di RS Mitra Keluarga, Bekasi Timur.

Menurut Kapolda, permasalahan itu harus menjadi tanggung jawab Pemkot Bekasi terkait dengan tempat kebaktian di Gereja HKBP Pondok Timur. Polda Metro Jaya dalam hal ini Polres Metro Bekasi telah melaksanakan pengamanan untuk menghindari konflik yang selama ini terjadi. "Di lokasi kejadian, pelaku penusukan mengedarai sepeda motor," jelasnya. Korban, kata Timur, mengalami luka tusuk di perut bagian kanan.

Dia juga menegaskan, penganiayaan tersebut tidak berlatar konflik antaragama, tetapi kasus kriminal murni. Polisi, kata dia, hingga kini telah memintai keterangan sembilan saksi. Wajah pelakunya juga telah terekam oleh polisi. "Kami sudah membentuk tim untuk mengungkap kasus ini dengan cepat. Sekali lagi, kasus ini kriminal murni. Masyarakat diimbau tidak terpancing," jelasnya.

Sementara itu, dari Polres Metro Bekasi dilaporkan bahwa dua orang warga diamankan. Namun tadi malam dilepas karena tidak ada kaitannya dengan peristiwa penganiayaan. Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Pol Ito Sumardi memerintah anak buahnya ikut memantau investigasi kasus yang ditangani Polres Metro Bekasi. "Ada perintah langsung dari Kapolri supaya semua pelaku segera diusut tuntas," kata Ito kemarin (12/09).

Penusukan itu diselidiki secara serius karena tindakan kriminal tersebut bisa memengaruhi suasana harmonis kerukunan antarumat beragama. "Yakinlah bahwa Polri sangat serius. Kami segera menangkap mereka," kata jenderal bintang tiga itu.

Informasi yang dihimpun hingga tadi malam pukul 20.30 menyebutkan, pelaku penusukan diduga merupakan anggota kelompok tertentu. "Ini direncanakan dan secara sistematis," ujar salah seorang penyidik kemarin. Salah satu indikasinya, orang-orang yang diserang sudah dikenali dan dijadikan target. Senjata penyerang juga variatif, yakni pisau dan pemukul dari besi.

Kelompok itu diduga menunggangi ketegangan yang sudah terjadi berbulan-bulan di lokasi yang sama. Hampir setiap pekan jemaat Gereja HKBP berupaya menjalankan misa di tanah lapang yang menurut warga sekitar belum memiliki izin pendirian tempat ibadah. Beberapa kali terjadi ketegangan antara kelompok warga dan jemaat gereja.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bergerak cepat. Dia mengutus Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih memantau kondisi korban di RS Mitra Keluarga. "Presiden menyampaikan turut prihatin atas masalah yang terjadi sekarang," tandasnya. Dia memastikan, negara akan menanggung biaya pengobatan korban di RS Mitra Keluarga.

Menurut dia, korban tertusuk di bagian perut kanan dengan kedalaman sekitar satu sentimeter dan lebar tiga sentimeter. Luka tersebut, kata Endang, nyaris menyentuh hati korban.

Menko Polhukam Djoko Suyanto mengutuk peristiwa itu dan berharap dalangnya segera terungkap. "Ini aksi kriminal yang tidak beradab dan keji," kata Djoko kemarin. Mantan panglima TNI itu mengatakan sudah mengontak Kapolri dan jajarannya agar segera dilakukan investigasi serius. ''Saya juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing," katanya.

Sementara itu, reaksi atas terjadinya tindak kekerasan terhadap jemaat dan pendeta HKBP Bekasi terus berdatangan. The Wahid Institute (TWI) mengecam keras tindakan yang disebut sebagai tindakan biadab itu.

Menurut Koordinator Program TWI, Rumadi, pihaknya tak menyalahkan munculnya spekulasi bahwa kekerasan itu muncul akibat adanya tekanan dari komunitas tertentu di wilayah Bekasi. “Namun demikian, tak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang mencoba memancing di air keruh dan mencari keuntungan politik dari ketegangan sosial yang dihadapi HKBP Bekasi Timur,” katanya kepada JPNN, Minggu (12/9).

Atas dasar itu, TWI mendesak aparat untuk sungguh-sungguh mengungkap kasus itu dan menghukum seluruh aktornya. Presiden, sebut Rumadi, juga harus memberi dorongan kuat agar kasus tersebut tidak menguap seperti kekerasan yang dialami aktivis ICW Tama S Lankun.

"Presiden tak perlu ragu mengambil kepemimpinan untuk mengusut tuntas," katanya.

Untuk diketahui, sekitar pukul 09.00 WIB Minggu (12/9), Pendeta Luspida Simanjuntak telah dipukul oleh orang tak dikenal. Sementara anggota Majelis HKBP Pondok Indah Timur, Asia Sihombing juga mengalami luka parah di perut akibat ditusuk oleh orang tak dikenal.

Akibat penusukan itu, Sihombing masih dirawat di rumah sakit. Peristiwa itu terjadi di sekitar wilayah Ciketing Bekasi. Diduga, pelaku mengendarai sepeda motor dan langsung melarikan diri usai kejadian tersebut.

KRONOLOGIS PENOLAKAN PENDIRIAN GEREJA DI MUSTIKAJAYA

PERISTIWA PENOLAKAN RENCANA PENDIRIAN GEREJA HKBP
DI CIKETING MUSTIKAJAYA
1.Tanggal 20 Juni 2010 pada hari Minggu Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, melakukan penyegelan terhadap rumah yang difungsikan sebagai gereja di Jalan Puyuh Raya nomor 14, Kelurahan Mustika Jaya, Kecamatan Mustika Jaya, karena rumah tersebut menurut Asisten Daerah (Asda) II, Zaki Hoetomo telah melanggar tiga aturan hukum yakni, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. “Peraturan Daerah (Perda) nomor 61 tahun 1999 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Perda nomor 4 tahun 2000 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Bahkan juga telah melanggar Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c. dan lebih beraninya lagi mereka tidak mengindahkan segel tersebut sehingga tiga kali mendapat surat teguran, tetapi tetap membandel dan melaksanakan kegiatan ibadat di rumah tersebut.
aksi penyegelan bangunan yang dijadikan sebagai Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah (PTI) berlangsung lancar tanpa ada tindakan anarkis dan kriminal (tertib dan aman) yang disaksikan ratusan jemaat dan masyarakat Mustikajaya. Penyegelan dilakukan dengan menggunakan papan kayu berukuran 5X5 meter persegi yang bertuliskan “Bangunan Ini Di Segel Karena Melanggar PP No 36 Tahun 2005, Perda No 61 Tahun 1999, dan Perda Nomor 4 Tahun 2000 oleh Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan”. Sebagaimana dilansir oleh www.antaranews.com.
Papan itu ditempel oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat di pagar rumah yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter per segi dengan menggunakan paku beton. Kegiatan itu juga dikawal secara ketat oleh dua kompi anggota Kepolisian Resor Metropolitan (Polrestro) Bekasi bersenjata lengkap. Karena khawatir akan terjadi bentrok fisik karena pihak HKBP telah menyiapkan orang-orang bayaran, seperti pada saat penyegelan pertama dimana petugas dari dinas P2B, satpol PP, Para Tokoh dan masyarakat sekitar dikejar-kejar oleh pihak HKBP, serta diintimidasi dengan cara didatangi rumah-rumah warga sekitar dan diteriaki dengan kalimat “awas, kami telah membayar pembunuh bayaran untuk membunuh mu” demikian ancaman HKBP terhadap warga RW 015.
Dalam negosiasinya pemerintah kota Bekasi dengan jema’at HKBP Pondok Timur ternyata pemerintah Kota Bekasi telah menawarkan lokasi pengganti di PTI yakni di Kp. Kelapa Dua Kelurahan Padurenan di kompleks Ajenad, kedua di komplek Kodim 02, ketiga di Tajimalela.
namum dalam pelaksanaannya mereka menolak menempati lokasi yang telah ditawarkan tersebut, mereka tetap tidak mengindahkan hukum yang berlaku.
2. Tanggal 27 Juni 2010 walaupun telah dilakukan penyegelan ke-tiga kalinya mereka tetap melakukan kebaktian di rumah tersebut. Tetapi dengan alasan kebaktian dilakukan di halaman rumah. Namun pada pelaksanaannya mereka melaksanakan kebaktian di dalam rumah yang sudah disegel.3. Tanggal 05 Juli 2010 FUIM dan Tokoh agama dan Masyarakat, mendatangi kantor Wali Kota Bekasi, yang dimediatori oleh Lurah, dan Camat Mustikajaya untuk menagih janji pasca penyegelan dan mempertanyakan ketegasan pemerintah Kota Bekasi, dalam pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan 1) jika rumah tersebut masih dijadikan tempat ibadat maka warga berhak untuk membongkarnya, dengan syarat tidak terjerat hukum, artinya program pembongkaran itu legal dihadapan hukum. 2) Pemkot meminta waktu untuk mengambil keputusan sampai dengan hari jum’at tanggal 09 Juli 2010, dan member tahu hasil keputusan kepada para tokoh.
4. Tanggal 08 Juli 2010 pada hari kamis pukul 11.30 s.d. 13.00 telah dilaksanakan rapat antara Asisten Daerah (Asda II) dengan pihak HKBP PTI, yang dihadiri oleh Reni Hendrawati, Santi S. (Kesbang Polinmas), Bashirudin Yusuf (Humas Pemkot), Nurhilal (Kemenag), M. Manik (Kemenec), A. Pinto (Satpol PP), J. Irawan (Posda BIN), Iman (Lurah Mustikajaya), Junaedi (Camat Mustikajaya), Mohammad Jefry, Dyas (Hukum), Suhanda (MUI), Kapt Infantri Noormansyah (Pasi Intel Dim Bekasi).
Dengan hasil rapat akan dilakukan penambahan penyegelan di HKBP PTI dengan pasal 243 apabila segel dirusak dan rumah tersebut dipergunakan lagi untuk ibadat maka akan dikenakan sanki hukum pidana, adanya rencana pemindahan lokasi ke Kp. Ciketing Mustikajaya.
5. Tanggal 10 Juli 2010 jam 12.30 lokasi yang akan dibangun gereja atau untuk tempat kebaktian mulai dibersihkan dengan membayar preman dan warga setempat, kemudian berdatanganlah dari jema’at HKBP untuk membantu dengan pengamanan dan pengayoman aparat kepolisian, situasi pun memanas karena warga setempat menolak akan didirikan gereja, dan warga memasang tiga spanduk penolakan terhadap pendirian gereja, tetapi mereka terus berjalan membersihkan tempat yang akan dijadikan kebaktian dengan pengawalan polisi, warga setempat masih dapat menahan emosinya sehingga tidak terjadi tindakan anarkis, walaupun dari pihak jema’at HKBP ada yang sengaja ingin memperkeruh masalah agar terjadi bentrok fisik, diantaranya mereka menyamar dengan menggunakan jilbab dan kopiah haji, dan penyamarannya tertangkap oleh warga, tetapi warga tetap bersabar dan tidak terprovokasi.
6. Tanggal 11 Juli 2010 HKBP PTI melakukan kebaktian pertama kali di lokasi Kp. Ciketing Mustikajaya dengan mendapat pengawalan dan pengamanan yang ketat oleh aparat kepolisian dan TNI, mereka berani melakukan ibadat tanpa ada ijin warga setempat, dan tanpa menempuh jalur perundang-undangan yang berlaku, hanya dengan menggunakan surat yang (dalam tanda kutif) “hanya” ditandatangani Sekda yang tidak memiliki kekuatan hukum. Maka status surat tersebut tidak berkutik ketika dibenturkan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c.
Yang intinya harus mendapat persetujuan warga setempat, yang ditandatangani oleh lurah dan diketahui oleh Camat.
Untuk itu wajar jika warga setempat marah dan tidak menerima kalau kampung kelahirannya dijadikan tempat kebaktian, dan rencana akan didirikan gereja, apa lagi tanpa permisi atau ijin dengan warga tersebut secara jelas dan resmi.
Dan pada saat itu tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga, ormas yang ada pada saat itu hanya menonton dari kejauhan yang aktif adalah warga. Tindakan yang dilakukan warga murni bentuk dari kekesalan mereka terhadap aparat pemerintah yang tidak bisa bertindak tegas, sehingga mereka meluapkan emosinya dengan membunyikan benda-benda kaleng.
7. Tanggal 18 Juli 2010, kali kedua mereka melaksanakan kebaktian dengan meminta perlindungan dan pengamanan dari aparat kepolisian yang lebih banyak jumlahnya dari minggu sebelumnya. Hal inilah yang membuat warga semakin kesal terhadap mereka karena pada minggu sebelumnya mereka sudah diperingatkan agar tidak melaksanakan kegiatan kebaktian di Kampung Ciketing Mustikajaya tetapi mereka tetap ngeyel, untuk kedua kalinya maka warga tersebut turun kesekitar lokasi sebagai bentuk wujud penolakan keras terhadap kebaktian yang dilakukan oleh HKBP. Dalam aksi yang kedua ini jumlah warga yang datang lebih banyak, karena warga se-Kecamatan Mustikajaya dari empat kelurahan telah sepakat untuk menolak rencana pendirian gereja dan kebaktian di Kecamatan Mustikajaya.
Dalam aksinya warga tetap tidak bertindak anarkis dan terkontrol, hingga pelaksanaan negosiasi yang dilaksanakan oleh FUIM sebagai fasilitator warga dengan aparat kepolisian dan pemerintahan, yang diwakili oleh Kapolres, Kapolsek, Lurah, Camat, Asda II, berjalan dengan tertib. Walaupun kesemua aparat tersebut tidak berwenang untuk menghentikan kegiatan tersebut, akhirnya mereka bersedia untuk mendatangkan perwakilan dari Kementrian Agama Kota Bekasi.
Kemudian perwakilan Kementrian Agama Kota Bekasi yang diwakili oleh Bapak Abdul Rosyid, menemui pendeta HKBP untuk menandatangani surat pernyataan yang dibuat para tokoh masyarakat dan warga, tetapi lagi-lagi pendeta tersebut tidak mau menandatanganinya. Akhirnya Bapak Abdul Rosyid sebagai pihak yang berwenang dari Kementrian Agama Kota Bekasi, bersedia menandatangani surat pernyataan tersebut sebagai penjamin bahwa tidak akan lagi diadakan kebaktian dan pendirian gereja di Kampung Ciketing Mustikajaya.
Jumat, 23 Juli 2010
http://fuimustikajaya.blogspot.com/2010/07/kronologis-penolakan-pendirian-gereja.html
Ketika satu kelompok telah berani melawan hukum dan masyarakat dengan menyepelekan aturan-aturan yang ada dan telah disepakati, kemudian terjadi kasus, maka seharusnya yang ditindak tegas adalah yang mengeyel dan membandel itu. Bukan dengan cara mengorbankan masyarakat dan hukum. Jika masyarakat dan hukum dikorbankan demi membela kelompok pembandel dan pengeyel, maka alamat kekacauan masyarakat akan menjadi-jadi, dan hukum sama sekali tidak punya makna. (nahimunkar.com)
Komentar

9 Tersangka Ditangkap


USUT TUNTAS: Ketua MUI Amidan (2 kiri), Direktur Eksekutif CDCC Din Syamsudin (tengah), Ketua PGI Andreas A Yewangoe (kanan) dan tokoh tokoh lintas agama memberikan keterangan di Jakarta Selasa (14/9).//Agung Rahmadiansyah/Radar Surabaya/JPNN
Kasus Penganiayaan Pendeta HKBP di Bekasi
JAKARTA-Polisi akhirnya menangkap sembilan orang yang dicurigai terlibat aksi penikaman jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Hasian Lumban Toruan-Sihombing dan Pendeta Luspida Simanjuntak.
Empat dari sembilan tersangka yang ditangkap terkait peristiwa ’Minggu Kelabu’, 12 Sep tember di Kampung Ciketing, Mustika Jaya, Bekasi Timur, masih tergolong remaja dengan umur belasan tahun.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen (Pol) Iskandar Hasan menjelaskan, inisial tersangka yang masih remaja itu yakni HH (17), KN (17), HS (18), dan KA (18). Inisial tersangka lain yakni AF (25), DT (24), IS (28), NN (29), dan PP (25). Dikatakan dia, para tersangka ditangkap berdasarkan keterangan sembilan saksi yang ada di lokasi termasuk dua korban.
Namun, Iskandar belum bersedia menjelaskan secara detail terkait penangkapan itu. Menurutnya, hal itu akan dijelaskan Kepala Polda Metro Jaya Irjen Timur Pradopo.
“Masih dalam pemeriksaan intensif pihak Polda Metro dan Polres Bekasi. Soal motif dan lainnya kita belum tahu, masih dalam pemeriksaan. Mereka diperiksa di Polres Metro Bekasi,” jelas dia di Mabes Polri, kemarin (14/9).
Apakah mereka anggota organisasi masyarakat tertentu? “Kita tidak lihat ormas. Siapa pun yang terlibat akan ditindak. Kita tunggu saja hasil investigasi. Polri akan buka seterang-terangnya,” jawab Iskandar.
——
Meski polisi telah menetapkan sembilan tersangka, hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku utama penusukan. Kapolda Metro Jakarta Raya Inspektur Jenderal Timur Pradopo menyatakan bahwa penyidik masih menelusuri siapa pelakunya.
“Masih dalam penyelidikan,” ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Selasa (14/9). Timur menjelaskan, sembilan tersangka yang telah ditangkap itu adalah pelaku tindakan pemukulan terhadap pendeta Luspida Simanjuntak.
Menurut Timur, proses penyidikan masih terus dikembangkan untuk mendalami kasus kekerasan terhadap dua pemuka Gereja HKBP itu. “Polisi juga belum dapat menyimpulkan hasil dari pemeriksaan yang baru berlangsung sejak sore kemarin (Senin) hingga saat ini,” ujarnya.
AF diduga sebagai pemimpin kelompok yang mengatur tindakan penyerangan. Semua tersangka yang sudah ditangkap itu bukan berasal dari Mustika Jaya, Bekasi Timur. “Dan mereka juga tidak ada keterkaitan dengan lembaga atau organisasi masyarakat tertentu,” katanya.
Selain menangkap para tersangka, polisi juga sudah mengantongi sejumlah barang bukti seperti tiga unit kendaraan motor roda dua, hasil VET (visum et reperteum) terhadap korban, baju korban, rekaman video di lokasi pemukulan, baju para tersangka pada saat penyerangan, serta balok kayu yang diduga digunakan untuk pemukulan. Para tersangka dijerat pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Timur membenarkan jika penyerangan itu memang dipicu penolakan warga atas kegiatan ibadah di lahan kosong seluas 220 meter persegi di Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya. Kegiatan ibadah di lahan kosong itu dimulai sejak 11 Juli 2010.
——
Salah satu calon Kapolri itu berharap masalah perizinan tempat ibadah bagi jemaat HKBP Pondok Timur Indah bisa segera diselesaikan. “Kapasitas kami hanya untuk pengamanan dan menindak tindakan kriminal yang muncul, untuk masalah perizinan tentu menjadi kewenangan Pemerintah Kota Bekasi,” ujarnya.
Menurut Timur, tindakan kekerasan yang muncul belakangan ini akibat lamanya proses perizinan itu. “Masalah ini sudah muncul sejak tahun 1990-an, sudah cukup lama,” katanya.
Jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Mustika Jaya, Bekasi, mengajukan permohonan izin pada tahun 1995 untuk membuat tempat ibadah di sana. Karena ditolak, mereka kemudian memanfaatkan salah satu rumah pengurus gereja di Jalan Puyuh Raya F 14 RT 01/15, Perumahan Pondok Timur Indah. Rumah itu kemudian disegel oleh pemerintah Kota Bekasi dengan alasan tidak memiliki izin dan menyalahi fungsi rumah tinggal.
Akibatnya, jemaat gereja memanfaatkan lahan kosong di Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya, Bekasi, sejak awal Juli lalu. Mereka beranggapan lahan kosong itu dapat digunakan karena adanya surat yang menyatakan bahwa jemaat gereja HKBP dapat menggunakan tempat lain asal mendapatkan izin dari pemilik tempat. Lahan seluas 220 meter persegi itu memang telah dibeli oleh salah satu pengurus gereja.
Namun, keputusan mereka untuk beribadah di lapangan kembali mendapatkan penolakan dari warga, bahkan sampai terjadi bentrokan di antara keduanya pada 18 Juli lalu. “Mereka (jemaat HKBP) sebenarnya sudah ditawari untuk menempati penampungan sementara yang diajukan oleh pemerintah kota tetapi ditolak,” ujar Timur.
Timur mengatakan bahwa jika permasalahan itu bisa dipecahkan, benturan-benturan seperti yang terjadi ahad lalu tidak perlu terjadi lagi. “Kami tentunya akan melakukan pengamanan untuk mencegah kemungkinan terjadinya benturan lagi,” katanya. Menurut dia, bukan menjadi otoritas polisi untuk menentukan apakah jemaat gereja HKBP dapat tetap melakukan kegiatan ibadah di lahan kosong Kampung Ciketing Asem atau tidak.
——
Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keprihatinan atas kasus penganiayaan dan penusukan yang menimpa majelis jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Kota Bekasi.
SBY juga menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah dan tokoh agama turut membantu menyelesaikan masalah tempat ibadah bagi jemaat HKBP yang sejak berbulan-bulan hingga kini belum menemukan jalan keluar.
“Sekali lagi ini masalah sensitif dan cukup serius, maka semua pihak terutama jajaran pemerintah baik pusat dan daerah perlu lakukan langkah lanjutan,” kata SBY di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, usai menerima Menko Polhukam, Kapolri dan Sekjen Kementerian Agama.
SBY mengulangi kembali instruksinya, agar dimulai suatu upaya mencari soslusi dari perselisihan seputar tempat ibadah jemaat HKBP, PTI, Bekasi.
“Saya ulangi kembali instruksi saya agar mencari solusi dari perselisihan atau pertentangan seputar tempat ibadah saudara kita jemaat HKBP, cari jalan keluar yang cepat dan bijak,” tegasnya.
SBY pun meminta para menteri terkait, Gubernur Jawa Barat, Pemerintah Kota Bekasi, pemuka agama, pimpinan Persekutan Gereja-gereja Indonesia dan elemen lainnya duduk bersama dengan niat baik mencari jalan keluar yang baik.
“Saya berharap itu bisa tercapai dalam waktu tidak terlalu lama,” pinta SBY.
Pernyataan keprihatinan SBY langsung mendapat kritik dari Presidium Inter Religious Council Indonesia (IRC), Din Syamsuddin. Pernyataan Presiden SBY yang meminta rakyat Indonesia membantu menyelesaikan permasalahan kerukunan umat beragama di Bekasi, Jawa Barat, dirasa kurang tepat. Menurut Din, justru pemerintah yang harus bisa bertindak cepat dan tanggap terhadap penyelesaiaan masalah ini.
“Presiden jangan membalik mengharapkan kepada rakyat, karena rakyat yang justru mengharapkan pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas menyelesaikan permasalahn ini,” kritik Din, di Sekretariat IRC Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal tersebut pun dibenarkan pula oleh anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lainnya yang datang dalam rangka konfrensi pers mengutuk peristiwa penusukan terhadap jemaat HKBP di Bekasi.
Din pun menuntut pemerintah, khususnya aparat kepolisian untuk secepatnya menyelesaikan permaslahan ini dengan baik supaya tidak terus berlarut-larut.
“Kami tokoh berbagai agama, mendesak kepada pemerintah khususnya penegak hukum untuk mengusut tuntas dan cepat dengan menangkap pelakunya dan diadili secara transparan dan terbuka untuk diketahui motifnya,” paparnya.
Dialog itu dihadiri pula oleh beberapa tokoh lintas agama antara lain Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia Andreas Yewangoe, Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Bekasi Sulaiman Zaman, dan Sekjen Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Benny Susetyo.
——
Tinjau Ulang Peraturannya
Kasus penganiayaan terhadap jemaat HKBP Pondok Timur Indah Bekasi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, harus dikaitkan dengan rentetan kasus sebelumnya.
Demikian dikatakan Ketua Umum Himpunan Warga Gereja Indonesia, Shepard Supit. Pernyatannya ini sekaligus menolak asumsi Kapolda Metro Jaya, Irjen Timur Pradopo, yang mengatakan kasus penganiayaan kemarin adalah tindakan kriminal murni.
“Kasus ini sudah jelas ada kaitannya dengan kasus yang sebelumnya. Jadi tidak mungkin atau tidak masuk di akal kalau kasus ini berdiri sendiri,” ujar Supit.
Meski demikian, Supit tetap mengajak publik menyerahkan proses hukum kasus kepada kepolisian, seraya mengawalnya agar tidak terjadi pembiaran lagi seperti di kasus-kasus kekerasan sebelumnya yang menimpa para jemaat HKBP.
Supit menambahkan, sumber persoalan yang menyebabkan sering terjadinya konflik antar umat beragama adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang izin pembangunan rumah ibadah.
“Peraturan bersama itu harus ditinjau kembali, karena peraturan itu sangat diskriminatif dan selalau dijadikan alasan oknum tertentu untuk melakukan kekerasan kepada kami,” tukasnya.
Seperti diketahui, isi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, di antaranya, “Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa; rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten kota; dan rekomendasi tertulis Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Kota.
Direktur The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid turut mengecam aksi kekerasan terhadap dua pemuka Gereja HKBP Pondok Timur Indah. “Islam tak pernah mengajarkan kekerasan. Islam adalah agama yang cinta damai,” kata putri mantan Presiden (alm) KH Abdurrahman Wahid itu.
Yenny menambahkan, oknum-oknum yang melakukan aksi kekerasan pada insiden HKBP tak pantas disebut umat Islam. Yenny juga mengimbau seluruh umat beragama, khususnya yang berada di Bekasi, untuk bersama-sama bergandengan tangan menjaga kerukunan hidup antarumat beragama.
Yenny juga mendorong pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan profesional. “Tak ada ruang bagi para pelaku tindak kekerasan di Indonesia. Tegakkan hukum seadil-adilnya,” katanya.
Kemarin, Yenny, mantan Ibu Negara Shinta Nuriyah Wahid dan putrinya, Alissa Wahid, membezuk penatua Hasian Sihombing dan Pendeta Luspida Simanjuntak di RS Mitra Keluarga Bekasi Timur.

Kapolda: Jangan Terprovokasi Isu SARA
Imbauan untuk menjaga kondusifitas hubungan antara umat beragama tidak terpengaruh peristiwa penikaman di Bekasi juga disampaikan Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno.
“Polisi sudah bekerja. Kita minta warga Sumut jangan terpancing dengan isu SARA karena memang tidak ada kaitannya dengan SARA. Mari sama-sama jaga suasana Kamtibmas di Sumut tetap kondusif, “ ujar Kapolda melalui Kasubbid Dokliput AKBP MP Nainggolan di Mapoldasu.
MP Nainggolan menambahkan, sebagai daerah yang diisi oleh beragam etnis budaya dan agama, masyarakat Sumatera Utara terkenal dengan toleransinya. Sehingga, mantan Kapolres Nias Selatan itu menyakini kalau warga Sumatera Utara cukup dewasa dalam menanggapi permasalah yang ada.
“Sejak dulu Sumatera Utara cukup terkenal cukup mampu menjaga persatuan dan kesatuan dan memiliki toleransi yang tinggi antar sesama umat beragama.Mudah-mudahan kondisi ini tetap terpelihara,” bebernya. (bbs/ald/rm/jpnn/mag-1)

Hanifa Anjayni

X.kp2

PKN

TUGAS TENTANG KASUS PENUSUKAN PENDETA HKBP DI BEKASI

Minggu, 03 Oktober 2010

KRONOLOGI KEJADIAN
Berdasarkan informasi dari Pendeta Leonard Nababan, gembala sidang di HKBP Bekasi, yang dihubungi Kompas.com, korban penusukan bernama Pendeta ST.Sihombing. Menurut Pdt.Nababan, Sihombing sedang berjalan kaki menuju ke gereja, sekitar pukul 08.30 WIB. Saat itulah penusukan terjadi. Pelaku menggunakan sepeda motor, dan langsung melarikan diri setelah melakukan penusukan.
Informasi pertama mengenai tindakan kekerasan ini pertama kali beredar luas di jejaring Twitter. Disebutkan , Pdt. Luspida Simandjuntak dipukuli dan satu pendeta lain, yaitu Pendeta ST. Sihombing ditusuk benda tajam menjelang ibadah, disebutkan juga, salah satu pendeta ini dilarikan ke rumah sakit Mitra Keluarga Bekasi, karena kritis akibat pendarahan.( http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5263374)

Pdt.Luspida Simanjuntak
Menurut penuturan Pendeta Luspida Simanjuntak, ia mengenali salah satu orang yang memukulnya. “Saya dipukul dengan stick panjang dari depan di kepala. Kemudian dari belakang di leher dan di punggung”, demikian ia menyatakan. (http://sipayung-hoga.blogspot.com/2010/09/menikam-jemaat-dan-pukul-pendeta-hkbp.html)
Sejak Juli 2010 lalu, jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi, tidak dapat beribadah semestinya dengan aman lantaran terjadi sejumlah kasus kekerasan. Seperti diketahui, saat ibadah setiap Minggu ratusan jemaat HKBP kerap ditunggui oleh pihak-pihak yang menentang diadakannya peribadatan Gereja HKBP di areal tanah di Desa Ciketing, Bekasi. Setelah bertahun-tahun sebelumnya, aktivitas peribadatan ini telah berlangsung tanpa masalah. (http://sipayung-hoga.blogspot.com/2010/09/menikam-jemaat-dan-pukul-pendeta-hkbp.html)
LATAR BELAKANG KEJADIAN
Tragedi kekerasan yang menimpa jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi tersebut memang tidak baru kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pada hari Minggu, 01 Agustus 2010, terjadi bentrok antara Ormas Islam dengan jemaat gereja HKBP. Tidak ada korban jiwa dalam musibah itu.

Anggota FPI
http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/08/08/brk,20100808-269588,id.html
Bentrok terjadi ketika sekitar 200 anggota Ormas Islam mendatangi lokasi kebaktian jemaat gerja di lahan kosong Kampung Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, meminta bubar karena tidak mengantongi izin.

Jemaat HKBP Bekasi Terpaksa Beribadat Tanpa Gedung Gereja
Koordinator ormas Islam Murhali Barda, mengatakan jemaat gereja HKBP tidak mentaati aturan. Murhali melihat, sikap jemaat HKBP yang bersikeras melakukan kebaktian meski tanpa memiliki izin merupakan aksi provokasi.

Koordinator FPI, Murhali Barda bersitegang dengan Pendeta Gereja HKBP, Minggu 1 Agustus 2010
Tujuannya, agar umat Islam melakukan aksi anarkis sehingga jemaat gereja merasa didzolimi. “Ini provokasi, seakan-akan mereka didzolimi, dan itu yang dijual ke masyarakat luas,” kata Ketua Front Pembela Islam Bekasi Raya itu.

Massa Segel Gereja HKBP Ciketing, Bekasi
Pendeta Luspida, sebelumnya mengatakan lahan yang digunakan kebaktian adalah milik jemaat HKBP, sehingga mereka sah memakai lahan itu untuk kegiatan peribadatan. “Kami juga telah mengurus izin tetapi belum direspon,” katanya. (http://www.warta-ummat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2134:ormas-islam-di-bekasi-harus-cerdas-menelaah-tragedi-hkbp&catid=105:umum&Itemid=518)
AJAKAN : MARI BERTENGGANG-RASA DI TENGAH PERBEDAAN
Ada pelajaran berharga yang bisa kita petik dari tragedi penganiayaan jemaat dan pendeta gereja HKBP tersebut diatas, yaitu pelajaran tentang pentingnya rasa keramah-tamahan/persahabatan universal, atau toleransi, atau tenggang-rasa yang sepertinya telah meluntur dari lubuk sanubari masyarakat Indonesia.
Ketika saya kecil, pelajaran PMP, atau “Pendidikan Moral Pancasila”, yang kemudian diubah menjadi mata pelajaran PPKn, atau “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”, berulangkali menekankan dan meresapkan pentingnya rasa tenggang-rasa, toleransi, atau keramah-tamahan dan persahabatan universal. Dan penekanan pelajaran tenggang-rasa tersebut memang sebenarnya sangat bermanfaat, terbukti waktu itu kehidupan beragama di Indonesia bisa terjaga dengan apik, harmonis, tanpa dihiasi kekerasan-kekerasan seperti yang sekarang ini terjadi, didukung dengan wibawa POLRI dan TNI yang mampu memberantas setiap gerakan radikal yang bernafaskan SARA.

Spanduk Ancaman terhadap Jemaat Gereja HKBP
Dalam gerakan reformasi tahun 1998, memang segala hal tentang Pancasila, termasuk pelajaran PMP atau/ PPKn ini ditentang oleh arus masyarakat kala itu. Segala bentuk Upacara Bendera ditentang. Tapi sekarang ini, saya rasa itu bukan aspirasi murni dari gerakan demonstrasi mahasiswa saat itu. Ketika melihat dan mendengarkan statement-statement dari pemimpin-pemimpin teroris yang akhir-akhir ini ditangkap oleh POLRI (seperti misalnya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir), yang menyatakan bahwa “Pancasila adalah Syirik”, “Demokrasi adalah Syirik”, “Penghormatan pada Bendera Merah-Putih adalah Syirik”, “Pluralisme adalah musyrik”, patut diduga dengan kuat, bahwa ketika reformasi 1998 berlangsung, aktivis-aktivis yang berhaluan atau berideologi terorisme – seperti ideologinya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Amrozi, Noordin M Top, dll. – ikut menunggangi gerakan reformasi yang dipelopori Mahasiswa waktu itu, sehingga salah satu “goal” yang ingin dicapai adalah dihapuskannya kurikulum yang berisikan pendidikan Pancasila (PMP atau/ PPKn) dan peniadaan upacara Bendera sesuai dengan ideologi fundamental yang mereka yakini dan hingga kini mereka serukan bahkan mereka implementasikan dalam sikap hidup mereka dan kelompoknya.
Untuk itu, saya mengajak mari kita kembali pada pelajaran tenggang-rasa yang pernah diresapkan ke dalam sanubari kita sejak kecil melalui kurikulum “Pendidikan Moral Pancasila” (PMP) waktu itu. Ummat beragama di Indonesia, agama apapun, baik itu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Kong-Hucu, semuanya sejatinya memiliki sifat luhur “persahabatan-universal” ini. Ummat Islam Indonesia sendiri, yang akhir-akhir ini banyak dituding-tuding dan didiskreditkan sebagai ummat yang menyukai kekerasan, sesungguhnya tidaklah seperti yang ditudingkan tersebut, dan bila ada, itu hanya sebagian kecil saja dari ummat Islam ; TIDAK-SEMUANYA, sehingga tidak bisa digeneralisasikan . Ini semua akibat ulah teroris yang menyusup ke tengah-tengah masyarakat Islam Indonesia, dan berlindung dibalik simbol-simbol agama Islam.
Asia Lumban Toruan Sihombing, salah seorang pendeta HKBP dianiaya saat berjalan beriringan bersama 250 jemaat gereja sekitar pukul 08.00, Pondok Timur, Ciketing, Kota Bekasi. Asia menjadi sasaran penusukan oleh sejumlah orang tidak dikenal bersama dengan dua kolega Asia, yakni Pendeta Luspida Simanjuntak dan Rishomus Nainggolan, juga menjadi korban.

Luspida terkena pukulan di bagian pelipis hingga bocor. Saat itu dia ingin menolong Asia. Sedangkan Rishomus terluka ringan setelah ditabrak oleh seorang pengendara sepeda motor yang diduga anggota gerombolan tersebut. Luspida mengatakan, peristiwa tersebut terjadi sangat cepat. Saat itu dia bersama 250 jemaat Gereja HKBP Pondok Timur mendatangi tanah lapang untuk beribadah. Tiba-tiba dia dipepet pengendara motor dari arah berlawanan. Pelaku terlebih dahulu menyenggol Rishomus, anggota jemaat yang lain.

Luspida tak sempat menolong Rishomus. Sebab, pada saat yang sama dia juga mendengar teriakan jemaat di deretan paling belakang yang melihat Asia berlumuran darah. "Saya tersentak dan langsung mencopot jas saya untuk mengikat luka korban agar tidak terus mengeluarkan darah," tuturnya kemarin.

Setelah menolong korban, tambah Luspida, dirinya mengantar korban ke rumah sakit. Namun, di tengah perjalanan, pelaku penusukan itu berhenti di depan Luspida. Secara tiba-tiba, dia memukul pelipis dan punggung Luspida dengan menggunakan benda tumpul.

Di tempat yang sama, Rishomus mengatakan bahwa dirinya terlebih dahulu ditabrak pengendara motor. "Saya membiarkan karena mereka mungkin tidak sengaja menabrak," tuturnya.

Namun, tak berselang lama dia mendengar teriakan jemaat yang melihat Asia menjadi korban penusukan. "Kami pun berusaha menghalangi pengendara motor itu agar berhenti," ujarnya. Namun, pelaku bisa melarikan diri. Kasus tersebut diduga buntut dari kebijakan Pemkot Bekasi yang menyegel Gereja HKBP Pondok Timur pada Maret 2010 terkait dengan masalah perizinan bangunan.

Dari RS Mitra Keluarga, Bekasi Timur, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Timur Pradopo langsung menemui dua pemimpin Gereja HKBP Pondok Timur yang dirawat di RS Mitra Keluarga, Bekasi Timur.

Menurut Kapolda, permasalahan itu harus menjadi tanggung jawab Pemkot Bekasi terkait dengan tempat kebaktian di Gereja HKBP Pondok Timur. Polda Metro Jaya dalam hal ini Polres Metro Bekasi telah melaksanakan pengamanan untuk menghindari konflik yang selama ini terjadi. "Di lokasi kejadian, pelaku penusukan mengedarai sepeda motor," jelasnya. Korban, kata Timur, mengalami luka tusuk di perut bagian kanan.

Dia juga menegaskan, penganiayaan tersebut tidak berlatar konflik antaragama, tetapi kasus kriminal murni. Polisi, kata dia, hingga kini telah memintai keterangan sembilan saksi. Wajah pelakunya juga telah terekam oleh polisi. "Kami sudah membentuk tim untuk mengungkap kasus ini dengan cepat. Sekali lagi, kasus ini kriminal murni. Masyarakat diimbau tidak terpancing," jelasnya.

Sementara itu, dari Polres Metro Bekasi dilaporkan bahwa dua orang warga diamankan. Namun tadi malam dilepas karena tidak ada kaitannya dengan peristiwa penganiayaan. Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Pol Ito Sumardi memerintah anak buahnya ikut memantau investigasi kasus yang ditangani Polres Metro Bekasi. "Ada perintah langsung dari Kapolri supaya semua pelaku segera diusut tuntas," kata Ito kemarin (12/09).

Penusukan itu diselidiki secara serius karena tindakan kriminal tersebut bisa memengaruhi suasana harmonis kerukunan antarumat beragama. "Yakinlah bahwa Polri sangat serius. Kami segera menangkap mereka," kata jenderal bintang tiga itu.

Informasi yang dihimpun hingga tadi malam pukul 20.30 menyebutkan, pelaku penusukan diduga merupakan anggota kelompok tertentu. "Ini direncanakan dan secara sistematis," ujar salah seorang penyidik kemarin. Salah satu indikasinya, orang-orang yang diserang sudah dikenali dan dijadikan target. Senjata penyerang juga variatif, yakni pisau dan pemukul dari besi.

Kelompok itu diduga menunggangi ketegangan yang sudah terjadi berbulan-bulan di lokasi yang sama. Hampir setiap pekan jemaat Gereja HKBP berupaya menjalankan misa di tanah lapang yang menurut warga sekitar belum memiliki izin pendirian tempat ibadah. Beberapa kali terjadi ketegangan antara kelompok warga dan jemaat gereja.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bergerak cepat. Dia mengutus Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih memantau kondisi korban di RS Mitra Keluarga. "Presiden menyampaikan turut prihatin atas masalah yang terjadi sekarang," tandasnya. Dia memastikan, negara akan menanggung biaya pengobatan korban di RS Mitra Keluarga.

Menurut dia, korban tertusuk di bagian perut kanan dengan kedalaman sekitar satu sentimeter dan lebar tiga sentimeter. Luka tersebut, kata Endang, nyaris menyentuh hati korban.

Menko Polhukam Djoko Suyanto mengutuk peristiwa itu dan berharap dalangnya segera terungkap. "Ini aksi kriminal yang tidak beradab dan keji," kata Djoko kemarin. Mantan panglima TNI itu mengatakan sudah mengontak Kapolri dan jajarannya agar segera dilakukan investigasi serius. ''Saya juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing," katanya.

Sementara itu, reaksi atas terjadinya tindak kekerasan terhadap jemaat dan pendeta HKBP Bekasi terus berdatangan. The Wahid Institute (TWI) mengecam keras tindakan yang disebut sebagai tindakan biadab itu.

Menurut Koordinator Program TWI, Rumadi, pihaknya tak menyalahkan munculnya spekulasi bahwa kekerasan itu muncul akibat adanya tekanan dari komunitas tertentu di wilayah Bekasi. “Namun demikian, tak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang mencoba memancing di air keruh dan mencari keuntungan politik dari ketegangan sosial yang dihadapi HKBP Bekasi Timur,” katanya kepada JPNN, Minggu (12/9).

Atas dasar itu, TWI mendesak aparat untuk sungguh-sungguh mengungkap kasus itu dan menghukum seluruh aktornya. Presiden, sebut Rumadi, juga harus memberi dorongan kuat agar kasus tersebut tidak menguap seperti kekerasan yang dialami aktivis ICW Tama S Lankun.

"Presiden tak perlu ragu mengambil kepemimpinan untuk mengusut tuntas," katanya.

Untuk diketahui, sekitar pukul 09.00 WIB Minggu (12/9), Pendeta Luspida Simanjuntak telah dipukul oleh orang tak dikenal. Sementara anggota Majelis HKBP Pondok Indah Timur, Asia Sihombing juga mengalami luka parah di perut akibat ditusuk oleh orang tak dikenal.

Akibat penusukan itu, Sihombing masih dirawat di rumah sakit. Peristiwa itu terjadi di sekitar wilayah Ciketing Bekasi. Diduga, pelaku mengendarai sepeda motor dan langsung melarikan diri usai kejadian tersebut.

Inilah Kasus Jemaat HKBP Bekasi yang Tidak Taat Aturan!
Inilah Kasus Jemaat HKBP Bekasi yang Tidak Taat Aturan!
Kekisruhan dalam pelaksanaan ibadat umat Nasrani di Bekasi disayangkan semua pihak. Karena itu, polisi meminta kepada jamaah HKBP di Ciketing, Bekasi tersebut menyelesaikan proses perizinan dan menggunakan bangunan yang disediakan.
Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Senin (9/8/2010), menjelaskan, gedung eks PP yang sudah diberikan Pemkot Bekasi juga tidak digunakan jamaah HKBP tanpa alasan yang jelas. (okezone.com, Updated: 8/9/2010 6:55 AM).
Sementara itu menurut Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Besar Imam Sugianto, kehadiran jemaat gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Kampung Ciketing Asem, Bekasi, tanpa melalui proses hukum yang jelas. Seperti izin, tidak direalisasikan. Begitupula tanda tangan warga minimal 60 orang yang setuju adanya kebaktian tidak dilakukan.
“Saya minta kedua belah pihak saling menghormati, jangan menambah deretan permasalahan sosial yang rumit, sebelum jatuh korban,” ucap Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Besar Imam Sugianto.
Menurutnya, Pemerintah Kota Bekasi dan Kementerian Agama seharusnya bersikap tegas. Apabila jemaat gereja HKBP tidak memenuhi persyaratan-persyaratan menggelar kebaktian dan berencana membangun gereja, semestinya dua instansi itu mengeluarkan larangan keras.
“Kalau sudah dikeluarkan aturan tegasnya, polisi bertugas menegakkan aturan tersebut,” katanya.
Koordinator ormas Islam Murhali Barda, mengatakan jemaat gereja HKBP tidak mentaati aturan. Murhali melihat, sikap jemaat HKBP yang bersikeras melakukan kebaktian meski tanpa memiliki izin merupakan aksi provokasi.
Tujuannya, umat Islam melakukan aksi anarkis sehingga jemaat gereja merasa didzolimi. “Ini provokasi, seakan-akan mereka didzolimi, dan itu yang dijual ke masyarakat luas,” kata Ketua Front Pembela Islam Bekasi Raya itu. (TEMPO Interaktif Minggu, 01 Agustus 2010 | 11:37 WIB).
Kasus ini memanas bahkan pihak HKBP dan aneka macam kelompok yang disebut lintas agama beraksi dan dibesar-besarkan beritanya oleh kelompok kafir, kompas.com, di Bulan Ramadhan 1431H/ 2010 menjelang hari ulang tahun kemerddekaan RI ke-65, 17 Agustus 2010.
Berikut ini ulasan dan berita-berita dari beberapa media:
Tokoh Lintas Agama Jangan Memancing Kelompok Lain
OLEH: ARIEF TURATNO
KELOMPOK lintas agama bersama Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) mengadakan kebaktian bersama, Minggu (15/8), di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Tindakan tersebut diambil sebagai bentuk protes atas penolakan sejumlah warga terhadap kebaktian yang mereka selenggarakan di kawasan Bekasi. Pada intinya, HKBP dan kelompok lintas agama ini ingin mengetuk hati pemerintah agar mereka diberi keleluasaan dalam menjalankan ibadah menurut versi mereka. Pertanyaan dan persoalannya adalah apakah benar mereka telah dilarang melaksanakan ibadah, seperti pengakuan mereka?
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, telah diseapakati bahwa masing-masing penganut agama harus menjaga toleransi, menghargai agama yang satu dengan lainnya. Tidak terkecuali Islam. Mereka pun tidak sembarangan membangun mushola dan masjid di sembarang tempat, terutama di kawasan yang bukan muslim. Sebagai ilustrasi, umat Islam tidak akan mudah membangun mushola atau masjid di Tomohon, Sulawesi Utara. Jika di Jawa, umumnya alun-alun dibangun masjid. Maka di Tomohon, alun-alun dibangun gereja. Dan ini tidak pernah dipermasalahkan umat Islam, karena mereka sadar, sebagian besar warga Tomohon beragama Kristen.
Di Amerika Serikat (AS) yang notabene sebagian penduduknya beragama non Islam, membuat masjid pun tidak mudah. Boleh tanyakan kepada Ketua Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila (YAMP) Dr H Sulastomo, MPH. YAMP sudah lebih empat tahun mengajukan ijin pembangunan masjid kepada pemerintah AS yang dikenal demokratis dan menjunjung Hak Azasi Manusia (HAM). Namun sampai sekarang, pemerintah AS belum memberikan tanda-tanda akan mengijinkan pembangunan tersebut. Padahal jumlah muslim di kawasan yang akan dibangun masjid itu cukup besar. Dan kebutuhan akan temp;at ibadah sangat mendesak.
Di Swiss bahkan pemerintah setempat melarang masjid menggunakan menara dan mengumandangkan adzan. Di perancis yang terkenal sebagai Negara liberal, dan populasi muslimnya cukup besar. Pada kenyataannya kehidupan muslim di Negara itu pun tidak bebas. Karena pemerintah mengeluarkan larangan pemakaian jilbab di sekolah, atau larangan membawa atribut agama ke dalam sekolah. Di Indonesia malah umat lain lebih dimanjakan, karena mereka dapat hidup bebas, dan dengan mudah melaksanakan ibadahnya. Kalau pun ada pihak yang keberatan dalam penyelenggaraan ibadah HKBP di Bekasi, kita harus melihatnya dengan jernih. Misalnya, benarkah warga melarang tanpa alasan? Juga benarkah tindakan warga itu menyalahi SKB tiga menteri?
Menurut hemat kita apa yang dilakukan para warga di kawasan Bekasi sebagai reaksi yang wajar. Mengapa? Karena tempat yang akan digunakan bukanlah gereja atau tempat yang diperuntukan untuk kegiatan ibadah agama tertentu. Tempat tersebut berupa tanah lapang yang terbuka, yang jika itu dilakukan, malah akan menimbulkan persinggungan dengan umat lain. Selebihnya, daerah yang akan dijadikan kebaktian bukanlah kawasan Kristen, tetapi daerah muslim. Lagi pula jumlah penganut dari daerah itu sangat minim, karena sebagian besar adalah pendatang. Sehingga timbul pertanyaan, mengapa mereka memaksa melakukan sesuatu yang mengarah kepada pelanggaran terhadap SKB tiga menteri?
Mengenai posisi kelompok yang menyebut dirinya sebagai tokoh lintas agama. Mereka mestinya melihat persoalan dengan kacamata dan pikiran yang jernih. Serta mampu mendudukan persoalan kepada tempat semestinya. Kalau mereka menganggap bahwa sikap para warga Bekasi yang menolak ibadah HKBP sebagai pelanggaran HAM. Pertanyaannya adalah apakah apa yang dilakukan HKBP justeru tidak melakukan pelanggaran HAM? Karena mereka justeru tanpa mengindahkan aturan main yang diatur dalam SKB tiga menteri, langsung memaksakan untuk melakukan kegiatan ibadah.
Sekarang mereka akan melakukan ibadah di depan istana Negara. Ini tidak saja tidak lazim. Tindakan tersebut juga dapat dikatagorikan hendak memaksakan kehendak. Sekarang tinggal apa yang akan dilakukan pemerintah. Jika terhadap umat Islam pemerintah berani bertindak tegas, bahkan terkesan berlebihan. Sekarang kalau benar HKBP dan tokoh lintas agama akan melaksanakan kebaktian di istana Negara, apakah kira-kira yang akan dilakukan pemerintah? Haruskah umat Islam bertindak dengan caranya sendiri?
Tentu ini tidak kita inginkan bersama. Dan karena itu semestinyalah tokoh lintas agama mampu mencegah rencana HKBP. Mengapa? Karena saat ini dalam posisi yang rawan, setelah kelompok Kristen fanatik yang berlindung di balik Gereja Dove World Outreach di Geineisville, Florida, Califirnia, AS mengancam akan melakukan pembakaran Al Qur’an pada 11 September 2010. Kita benar-benar khawatir jika tindakan HKBP yang dilindungi tokoh lintas agama malah memancing kelompok fanatik lainnya.
Oleh sebab itu, dan sebelum hal yang menakutkan terjadi. Seharusnya pemerintah melarang rencana gila tersebut. Pemerintah harusnya bertindak arif kepada kelompok HKBP dan lintas agama. Ajaklah mereka berpikir lebih dewasa, dan jangan sekali-kali memaksakan kehendak. Juga jangan biarkan ada pihak yang akan mengail di air keruh. Sebab kalau itu terjadi, yang paling akan terkena getahnya adalah bangsa dan rakyat Indonesia. Jadi bertindaklah pemerintah, tetapi tentu saja dengan tindakan yang lebih baik, adil dan bijaksana! Apa pemerintah sengaja membiarkan antar kelompok bangsa ini bentrok/konflik untuk mengalihkan isu kasus-kasus terkait Istana yang menjadi sorotan hukum di mata publik? (*)
Tokoh Lintas Agama Jangan Memancing Kelompok Lain
[sumber: Jakartapress.com] Minggu, 15/08/2010 | 12:41 WIB
Demikian sorotan seorang wartawan terhadap kasus HKBP yang tampaknya memanas-manasi situasi.
Kasus ngototnya Jemaat HKBP yang tidak mentaati aturan, beritanya sebagai berikut:
Ormas Islam dan Jemaat HKBP Bekasi Bentrok
Minggu, 01 Agustus 2010 | 11:37 WIB
TEMPO Interaktif, Bekasi - Bentrok antar organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam dengan jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah, kembali terjadi, Ahad (1/8). Tidak ada korban jiwa dalam musibah itu.
Bentrok terjadi ketika sekitar 200 anggota ormas Islam mendatangi lokasi kebaktian jemaat gereja di lahan kosong Kampung Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, meminta bubar karena tidak mengantongi izin.
Namun, jemaat gereja bersikeras melanjutkan kebaktian, dipimpin Pendeta Luspida. Ormas Islam marah, lalu memaksa jemaat gereja meninggalkan lokasi kebaktian. Sekitar 400 personil Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi, terpaksa membuat lingkaran memakai tameng besi.
Di dalam lingkaran itu, jemaat tetap melanjutkan kebaktian. Mereka menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan. Semakin mereka diminta bubar, semakin keras suara pujian mereka.
Sikap itu membuat marah ormas Islam.
Barikade polisi diterobos, kemudian terjadi adu pukul antar kedua belah pihak. Beberapa jemaat gereja perempuan berlari sambil menangis, mereka meminta perlindungan polisi.
Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Besar Imam Sugianto, mengatakan konflik agama tersebut berlarut-larut dan terjadi setiap Ahad karena Pemerintah Kota Bekasi, tidak berani mengambil tindakan tegas.
“Saya minta Wali Kota berlaku tegas,” kata Imam kepada Tempo di lokasi kejadian.
Menurutnya, kehadiran jemaat gereja HKBP di Kampung Ciketing Asem tanpa melalui proses hukum yang jelas. Seperti izin, tidak direalisasikan. Begitupula tanda tangan warga minimal 60 orang yang setuju adanya kebaktian tidak dilakukan.
“Saya minta kedua belah pihak saling menghormati, jangan menambah deretan permasalahan sosial yang rumit, sebelum jatuh korban,” ucapnya.
Menurutnya, Pemerintah Kota Bekasi dan Kementerian Agama seharusnya bersikap tegas. Apabila jemaat gereja HKBP tidak memenuhi persyaratan-persyaratan menggelar kebaktian dan berencana membangun gereja, semestinya dua instansi itu mengeluarkan larangan keras.
“Kalau sudah dikeluarkan aturan tegasnya, polisi bertugas menegakkan aturan tersebut,” katanya.
Koordinator ormas Islam Murhali Barda, mengatakan jemaat gereja HKBP tidak mentaati aturan. Murhali melihat, sikap jemaat HKBP yang bersikeras melakukan kebaktian meski tanpa memiliki izin merupakan aksi provokasi.
Tujuannya, umat Islam melakukan aksi anarkis sehingga jemaat gereja merasa didzolimi. “Ini provokasi, seakan-akan mereka didzolimi, dan itu yang dijual ke masyarakat luas,” kata Ketua Front Pembela Islam Bekasi Raya itu.
Pendeta Luspida, sebelumnya mengatakan lahan yang digunakan kebaktian adalah milik jemaat HKBP, sehingga mereka sah memakai lahan itu untuk kegiatan peribadatan. “Kami juga telah mengurus izin tetapi belum direspon,” katanya.
HAMLUDDIN
http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/08/01/brk,20100801-267876,id.html
HKBP sudah tidak mentaati aturan, diberi tempat malah tidak digunakan. Tetapi kenyataannya justru menggalang massa untuk berteriak-teriak bahwa mereka dihalangi dalam beribadah.
Inilah beritanya:
HKBP Bekasi Sudah Diberi Tempat tapi Tak Digunakan
By dhani, okezone.com, Updated: 8/9/2010 6:55 AM
Kekisruhan dalam pelaksanaan ibadat umat Nasrani di Bekasi disayangkan semua pihak.

Kasus Gereja HKBP Bekasi Akibat Ngeyel Melawan Hukum dan Masyarakat
September 17, 2010 4:13 am admin Artikel, Kata Hikmah
Kasus Gereja HKBP Bekasi Akibat Ngeyel Melawan Hukum dan Masyarakat
Kasus yang berkaitan dengan jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Kampung Ciketing, Mustikajaya, Kota Bekasi Jawa Barat yang berlarut-larut hingga terjadi penusukan adalah akibat dari membandelnya atau ngeyelnya pihak HKBP itu dalam melawan hukum dan masyarakat setempat.
Inilah berita-beritanya:
Kapolres Bekasi: Jemaat HKBP Membandel
Senin, 13 September 2010 | 11:49 WIB
JAKARTA, POS KUPANG.Com — Kepala Polres Metropolitan Bekasi, Kombes Imam Sugiarto mengaku pihaknya sempat mengirimkan surat imbauan kepada jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Mustikajaya, Kota Bekasi, untuk tidak beribadah. Surat itu dikirimkan sekitar tiga hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 2010.
“Alasannya, saya melihat adanya potensi gangguan keamanan. Ada penolakan dari warga sekitar. Warga sekitar resah. Tetapi, mereka tetap membandel,” kata Kombes Imam ketika dihubungi Kompas.com, Senin.
Kombes Imam juga mengaku telah meminta mereka mengikuti anjuran pemerintah untuk mengurus perizinan sehingga dapat beribadah dengan resmi. Selama ini, Para jemaat HKBP Pondok Timur Indah belum memiliki sarana ibadah yang resmi.
Terkait pengamanan, lanjut Kombes Imam, pihaknya selama ini terus menurunkan sekitar 400-500 personel di sekitar Gereja HKBP Pondok Timur Indah.
Diakuinya, pihaknya tidak memfokuskan pengamanan pada konvoi jemaat yang terjadi setiap hari Minggu. Pada hari itu, jemaat selalu berjalan beriring-iringan menuju gereja untuk beribadah.
Sebelumnya, pengacara jemaat Gereja HKBP, Saor Siagian, menilai ada suatu kejanggalan di balik surat imbauan yang dikirimkan Polres Metro Bekasi. “Logika hukumnya, polisi sudah tahu bahwa akan terjadi sesuatu atau mungkin polisi yang berbuat? Kenapa polisi tidak melakukan SOP standar untuk pengamanan?” kata Saor Siagian.
“Seharusnya, jika mereka sudah tahu ada potensi tersebut, maka mereka mengamankan wilayah ini,” kata Saor lagi.
Kejanggalan berikutnya adalah imbauan polisi di dalam surat tersebut agar jemaat tidak melakukan ibadah. Ini merupakan sebuah penyimpangan. “Polisi tidak mempunyai hak untuk meminta orang beribadah atau tidak beribadah. Kalau demikian, polisi sudah berpolitik. Mereka tidak melakukan fungsinya,” kata Saor.
Seperti diwartakan, dua pemuka Gereja HKBP Pondok Timur Indah dianiaya sekelompok pengendara sepeda motor ketika mereka tengah berjalan beriring-iringan menuju gereja, Minggu (12/09/2010).
Keduanya, Asia Lumban Toruan alias Sintua Sihombing dan Pendeta Luspida Simanjuntak, dirawat di RS Mitra Keluarga Bekasi Timur. Sintua Sihombing ditusuk pada perut bagian kanan. Akibatnya, hatinya robek tiga centimeter. Sementara Luspida mengalami luka di kening dan pinggang akibat hantaman benda tumpul. (*)
http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=ragam&id=1485
Inilah kronologi sikap ngeyel dan membandelnya pihak HKBP dalam melawan hokum dan masyarakat:
KRONOLOGIS PENOLAKAN PENDIRIAN GEREJA DI MUSTIKAJAYA
KRONOLOGIS
PERISTIWA PENOLAKAN RENCANA PENDIRIAN GEREJA HKBP
DI CIKETING MUSTIKAJAYA
1.Tanggal 20 Juni 2010 pada hari Minggu Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, melakukan penyegelan terhadap rumah yang difungsikan sebagai gereja di Jalan Puyuh Raya nomor 14, Kelurahan Mustika Jaya, Kecamatan Mustika Jaya, karena rumah tersebut menurut Asisten Daerah (Asda) II, Zaki Hoetomo telah melanggar tiga aturan hukum yakni, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. “Peraturan Daerah (Perda) nomor 61 tahun 1999 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Perda nomor 4 tahun 2000 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Bahkan juga telah melanggar Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c. dan lebih beraninya lagi mereka tidak mengindahkan segel tersebut sehingga tiga kali mendapat surat teguran, tetapi tetap membandel dan melaksanakan kegiatan ibadat di rumah tersebut.
aksi penyegelan bangunan yang dijadikan sebagai Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah (PTI) berlangsung lancar tanpa ada tindakan anarkis dan kriminal (tertib dan aman) yang disaksikan ratusan jemaat dan masyarakat Mustikajaya. Penyegelan dilakukan dengan menggunakan papan kayu berukuran 5X5 meter persegi yang bertuliskan “Bangunan Ini Di Segel Karena Melanggar PP No 36 Tahun 2005, Perda No 61 Tahun 1999, dan Perda Nomor 4 Tahun 2000 oleh Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan”. Sebagaimana dilansir oleh www.antaranews.com.
Papan itu ditempel oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat di pagar rumah yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter per segi dengan menggunakan paku beton. Kegiatan itu juga dikawal secara ketat oleh dua kompi anggota Kepolisian Resor Metropolitan (Polrestro) Bekasi bersenjata lengkap. Karena khawatir akan terjadi bentrok fisik karena pihak HKBP telah menyiapkan orang-orang bayaran, seperti pada saat penyegelan pertama dimana petugas dari dinas P2B, satpol PP, Para Tokoh dan masyarakat sekitar dikejar-kejar oleh pihak HKBP, serta diintimidasi dengan cara didatangi rumah-rumah warga sekitar dan diteriaki dengan kalimat “awas, kami telah membayar pembunuh bayaran untuk membunuh mu” demikian ancaman HKBP terhadap warga RW 015.
Dalam negosiasinya pemerintah kota Bekasi dengan jema’at HKBP Pondok Timur ternyata pemerintah Kota Bekasi telah menawarkan lokasi pengganti di PTI yakni di Kp. Kelapa Dua Kelurahan Padurenan di kompleks Ajenad, kedua di komplek Kodim 02, ketiga di Tajimalela.
namum dalam pelaksanaannya mereka menolak menempati lokasi yang telah ditawarkan tersebut, mereka tetap tidak mengindahkan hukum yang berlaku.
2. Tanggal 27 Juni 2010 walaupun telah dilakukan penyegelan ke-tiga kalinya mereka tetap melakukan kebaktian di rumah tersebut. Tetapi dengan alasan kebaktian dilakukan di halaman rumah. Namun pada pelaksanaannya mereka melaksanakan kebaktian di dalam rumah yang sudah disegel.3. Tanggal 05 Juli 2010 FUIM dan Tokoh agama dan Masyarakat, mendatangi kantor Wali Kota Bekasi, yang dimediatori oleh Lurah, dan Camat Mustikajaya untuk menagih janji pasca penyegelan dan mempertanyakan ketegasan pemerintah Kota Bekasi, dalam pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan 1) jika rumah tersebut masih dijadikan tempat ibadat maka warga berhak untuk membongkarnya, dengan syarat tidak terjerat hukum, artinya program pembongkaran itu legal dihadapan hukum. 2) Pemkot meminta waktu untuk mengambil keputusan sampai dengan hari jum’at tanggal 09 Juli 2010, dan member tahu hasil keputusan kepada para tokoh.
4. Tanggal 08 Juli 2010 pada hari kamis pukul 11.30 s.d. 13.00 telah dilaksanakan rapat antara Asisten Daerah (Asda II) dengan pihak HKBP PTI, yang dihadiri oleh Reni Hendrawati, Santi S. (Kesbang Polinmas), Bashirudin Yusuf (Humas Pemkot), Nurhilal (Kemenag), M. Manik (Kemenec), A. Pinto (Satpol PP), J. Irawan (Posda BIN), Iman (Lurah Mustikajaya), Junaedi (Camat Mustikajaya), Mohammad Jefry, Dyas (Hukum), Suhanda (MUI), Kapt Infantri Noormansyah (Pasi Intel Dim Bekasi).
Dengan hasil rapat akan dilakukan penambahan penyegelan di HKBP PTI dengan pasal 243 apabila segel dirusak dan rumah tersebut dipergunakan lagi untuk ibadat maka akan dikenakan sanki hukum pidana, adanya rencana pemindahan lokasi ke Kp. Ciketing Mustikajaya.
5. Tanggal 10 Juli 2010 jam 12.30 lokasi yang akan dibangun gereja atau untuk tempat kebaktian mulai dibersihkan dengan membayar preman dan warga setempat, kemudian berdatanganlah dari jema’at HKBP untuk membantu dengan pengamanan dan pengayoman aparat kepolisian, situasi pun memanas karena warga setempat menolak akan didirikan gereja, dan warga memasang tiga spanduk penolakan terhadap pendirian gereja, tetapi mereka terus berjalan membersihkan tempat yang akan dijadikan kebaktian dengan pengawalan polisi, warga setempat masih dapat menahan emosinya sehingga tidak terjadi tindakan anarkis, walaupun dari pihak jema’at HKBP ada yang sengaja ingin memperkeruh masalah agar terjadi bentrok fisik, diantaranya mereka menyamar dengan menggunakan jilbab dan kopiah haji, dan penyamarannya tertangkap oleh warga, tetapi warga tetap bersabar dan tidak terprovokasi.
6. Tanggal 11 Juli 2010 HKBP PTI melakukan kebaktian pertama kali di lokasi Kp. Ciketing Mustikajaya dengan mendapat pengawalan dan pengamanan yang ketat oleh aparat kepolisian dan TNI, mereka berani melakukan ibadat tanpa ada ijin warga setempat, dan tanpa menempuh jalur perundang-undangan yang berlaku, hanya dengan menggunakan surat yang (dalam tanda kutif) “hanya” ditandatangani Sekda yang tidak memiliki kekuatan hukum. Maka status surat tersebut tidak berkutik ketika dibenturkan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c.
Yang intinya harus mendapat persetujuan warga setempat, yang ditandatangani oleh lurah dan diketahui oleh Camat.
Untuk itu wajar jika warga setempat marah dan tidak menerima kalau kampung kelahirannya dijadikan tempat kebaktian, dan rencana akan didirikan gereja, apa lagi tanpa permisi atau ijin dengan warga tersebut secara jelas dan resmi.
Dan pada saat itu tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga, ormas yang ada pada saat itu hanya menonton dari kejauhan yang aktif adalah warga. Tindakan yang dilakukan warga murni bentuk dari kekesalan mereka terhadap aparat pemerintah yang tidak bisa bertindak tegas, sehingga mereka meluapkan emosinya dengan membunyikan benda-benda kaleng.
7. Tanggal 18 Juli 2010, kali kedua mereka melaksanakan kebaktian dengan meminta perlindungan dan pengamanan dari aparat kepolisian yang lebih banyak jumlahnya dari minggu sebelumnya. Hal inilah yang membuat warga semakin kesal terhadap mereka karena pada minggu sebelumnya mereka sudah diperingatkan agar tidak melaksanakan kegiatan kebaktian di Kampung Ciketing Mustikajaya tetapi mereka tetap ngeyel, untuk kedua kalinya maka warga tersebut turun kesekitar lokasi sebagai bentuk wujud penolakan keras terhadap kebaktian yang dilakukan oleh HKBP. Dalam aksi yang kedua ini jumlah warga yang datang lebih banyak, karena warga se-Kecamatan Mustikajaya dari empat kelurahan telah sepakat untuk menolak rencana pendirian gereja dan kebaktian di Kecamatan Mustikajaya.
Dalam aksinya warga tetap tidak bertindak anarkis dan terkontrol, hingga pelaksanaan negosiasi yang dilaksanakan oleh FUIM sebagai fasilitator warga dengan aparat kepolisian dan pemerintahan, yang diwakili oleh Kapolres, Kapolsek, Lurah, Camat, Asda II, berjalan dengan tertib. Walaupun kesemua aparat tersebut tidak berwenang untuk menghentikan kegiatan tersebut, akhirnya mereka bersedia untuk mendatangkan perwakilan dari Kementrian Agama Kota Bekasi.
Kemudian perwakilan Kementrian Agama Kota Bekasi yang diwakili oleh Bapak Abdul Rosyid, menemui pendeta HKBP untuk menandatangani surat pernyataan yang dibuat para tokoh masyarakat dan warga, tetapi lagi-lagi pendeta tersebut tidak mau menandatanganinya. Akhirnya Bapak Abdul Rosyid sebagai pihak yang berwenang dari Kementrian Agama Kota Bekasi, bersedia menandatangani surat pernyataan tersebut sebagai penjamin bahwa tidak akan lagi diadakan kebaktian dan pendirian gereja di Kampung Ciketing Mustikajaya.
Jumat, 23 Juli 2010
http://fuimustikajaya.blogspot.com/2010/07/kronologis-penolakan-pendirian-gereja.html
Ketika satu kelompok telah berani melawan hukum dan masyarakat dengan menyepelekan aturan-aturan yang ada dan telah disepakati, kemudian terjadi kasus, maka seharusnya yang ditindak tegas adalah yang mengeyel dan membandel itu. Bukan dengan cara mengorbankan masyarakat dan hukum. Jika masyarakat dan hukum dikorbankan demi membela kelompok pembandel dan pengeyel, maka alamat kekacauan masyarakat akan menjadi-jadi, dan hukum sama sekali tidak punya makna. (nahimunkar.com)
Komentar

9 Tersangka Ditangkap
10:53, 15/09/2010

USUT TUNTAS: Ketua MUI Amidan (2 kiri), Direktur Eksekutif CDCC Din Syamsudin (tengah), Ketua PGI Andreas A Yewangoe (kanan) dan tokoh tokoh lintas agama memberikan keterangan di Jakarta Selasa (14/9).//Agung Rahmadiansyah/Radar Surabaya/JPNN
Kasus Penganiayaan Pendeta HKBP di Bekasi
JAKARTA-Polisi akhirnya menangkap sembilan orang yang dicurigai terlibat aksi penikaman jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Hasian Lumban Toruan-Sihombing dan Pendeta Luspida Simanjuntak.
Empat dari sembilan tersangka yang ditangkap terkait peristiwa ’Minggu Kelabu’, 12 Sep tember di Kampung Ciketing, Mustika Jaya, Bekasi Timur, masih tergolong remaja dengan umur belasan tahun.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen (Pol) Iskandar Hasan menjelaskan, inisial tersangka yang masih remaja itu yakni HH (17), KN (17), HS (18), dan KA (18). Inisial tersangka lain yakni AF (25), DT (24), IS (28), NN (29), dan PP (25). Dikatakan dia, para tersangka ditangkap berdasarkan keterangan sembilan saksi yang ada di lokasi termasuk dua korban.
Namun, Iskandar belum bersedia menjelaskan secara detail terkait penangkapan itu. Menurutnya, hal itu akan dijelaskan Kepala Polda Metro Jaya Irjen Timur Pradopo.
“Masih dalam pemeriksaan intensif pihak Polda Metro dan Polres Bekasi. Soal motif dan lainnya kita belum tahu, masih dalam pemeriksaan. Mereka diperiksa di Polres Metro Bekasi,” jelas dia di Mabes Polri, kemarin (14/9).
Apakah mereka anggota organisasi masyarakat tertentu? “Kita tidak lihat ormas. Siapa pun yang terlibat akan ditindak. Kita tunggu saja hasil investigasi. Polri akan buka seterang-terangnya,” jawab Iskandar.
——
Meski polisi telah menetapkan sembilan tersangka, hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku utama penusukan. Kapolda Metro Jakarta Raya Inspektur Jenderal Timur Pradopo menyatakan bahwa penyidik masih menelusuri siapa pelakunya.
“Masih dalam penyelidikan,” ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Selasa (14/9). Timur menjelaskan, sembilan tersangka yang telah ditangkap itu adalah pelaku tindakan pemukulan terhadap pendeta Luspida Simanjuntak.
Menurut Timur, proses penyidikan masih terus dikembangkan untuk mendalami kasus kekerasan terhadap dua pemuka Gereja HKBP itu. “Polisi juga belum dapat menyimpulkan hasil dari pemeriksaan yang baru berlangsung sejak sore kemarin (Senin) hingga saat ini,” ujarnya.
AF diduga sebagai pemimpin kelompok yang mengatur tindakan penyerangan. Semua tersangka yang sudah ditangkap itu bukan berasal dari Mustika Jaya, Bekasi Timur. “Dan mereka juga tidak ada keterkaitan dengan lembaga atau organisasi masyarakat tertentu,” katanya.
Selain menangkap para tersangka, polisi juga sudah mengantongi sejumlah barang bukti seperti tiga unit kendaraan motor roda dua, hasil VET (visum et reperteum) terhadap korban, baju korban, rekaman video di lokasi pemukulan, baju para tersangka pada saat penyerangan, serta balok kayu yang diduga digunakan untuk pemukulan. Para tersangka dijerat pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Timur membenarkan jika penyerangan itu memang dipicu penolakan warga atas kegiatan ibadah di lahan kosong seluas 220 meter persegi di Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya. Kegiatan ibadah di lahan kosong itu dimulai sejak 11 Juli 2010.
——
Salah satu calon Kapolri itu berharap masalah perizinan tempat ibadah bagi jemaat HKBP Pondok Timur Indah bisa segera diselesaikan. “Kapasitas kami hanya untuk pengamanan dan menindak tindakan kriminal yang muncul, untuk masalah perizinan tentu menjadi kewenangan Pemerintah Kota Bekasi,” ujarnya.
Menurut Timur, tindakan kekerasan yang muncul belakangan ini akibat lamanya proses perizinan itu. “Masalah ini sudah muncul sejak tahun 1990-an, sudah cukup lama,” katanya.
Jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah, Mustika Jaya, Bekasi, mengajukan permohonan izin pada tahun 1995 untuk membuat tempat ibadah di sana. Karena ditolak, mereka kemudian memanfaatkan salah satu rumah pengurus gereja di Jalan Puyuh Raya F 14 RT 01/15, Perumahan Pondok Timur Indah. Rumah itu kemudian disegel oleh pemerintah Kota Bekasi dengan alasan tidak memiliki izin dan menyalahi fungsi rumah tinggal.
Akibatnya, jemaat gereja memanfaatkan lahan kosong di Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya, Bekasi, sejak awal Juli lalu. Mereka beranggapan lahan kosong itu dapat digunakan karena adanya surat yang menyatakan bahwa jemaat gereja HKBP dapat menggunakan tempat lain asal mendapatkan izin dari pemilik tempat. Lahan seluas 220 meter persegi itu memang telah dibeli oleh salah satu pengurus gereja.
Namun, keputusan mereka untuk beribadah di lapangan kembali mendapatkan penolakan dari warga, bahkan sampai terjadi bentrokan di antara keduanya pada 18 Juli lalu. “Mereka (jemaat HKBP) sebenarnya sudah ditawari untuk menempati penampungan sementara yang diajukan oleh pemerintah kota tetapi ditolak,” ujar Timur.
Timur mengatakan bahwa jika permasalahan itu bisa dipecahkan, benturan-benturan seperti yang terjadi ahad lalu tidak perlu terjadi lagi. “Kami tentunya akan melakukan pengamanan untuk mencegah kemungkinan terjadinya benturan lagi,” katanya. Menurut dia, bukan menjadi otoritas polisi untuk menentukan apakah jemaat gereja HKBP dapat tetap melakukan kegiatan ibadah di lahan kosong Kampung Ciketing Asem atau tidak.
——
Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keprihatinan atas kasus penganiayaan dan penusukan yang menimpa majelis jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Kota Bekasi.
SBY juga menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah dan tokoh agama turut membantu menyelesaikan masalah tempat ibadah bagi jemaat HKBP yang sejak berbulan-bulan hingga kini belum menemukan jalan keluar.
“Sekali lagi ini masalah sensitif dan cukup serius, maka semua pihak terutama jajaran pemerintah baik pusat dan daerah perlu lakukan langkah lanjutan,” kata SBY di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, usai menerima Menko Polhukam, Kapolri dan Sekjen Kementerian Agama.
SBY mengulangi kembali instruksinya, agar dimulai suatu upaya mencari soslusi dari perselisihan seputar tempat ibadah jemaat HKBP, PTI, Bekasi.
“Saya ulangi kembali instruksi saya agar mencari solusi dari perselisihan atau pertentangan seputar tempat ibadah saudara kita jemaat HKBP, cari jalan keluar yang cepat dan bijak,” tegasnya.
SBY pun meminta para menteri terkait, Gubernur Jawa Barat, Pemerintah Kota Bekasi, pemuka agama, pimpinan Persekutan Gereja-gereja Indonesia dan elemen lainnya duduk bersama dengan niat baik mencari jalan keluar yang baik.
“Saya berharap itu bisa tercapai dalam waktu tidak terlalu lama,” pinta SBY.
Pernyataan keprihatinan SBY langsung mendapat kritik dari Presidium Inter Religious Council Indonesia (IRC), Din Syamsuddin. Pernyataan Presiden SBY yang meminta rakyat Indonesia membantu menyelesaikan permasalahan kerukunan umat beragama di Bekasi, Jawa Barat, dirasa kurang tepat. Menurut Din, justru pemerintah yang harus bisa bertindak cepat dan tanggap terhadap penyelesaiaan masalah ini.
“Presiden jangan membalik mengharapkan kepada rakyat, karena rakyat yang justru mengharapkan pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas menyelesaikan permasalahn ini,” kritik Din, di Sekretariat IRC Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal tersebut pun dibenarkan pula oleh anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lainnya yang datang dalam rangka konfrensi pers mengutuk peristiwa penusukan terhadap jemaat HKBP di Bekasi.
Din pun menuntut pemerintah, khususnya aparat kepolisian untuk secepatnya menyelesaikan permaslahan ini dengan baik supaya tidak terus berlarut-larut.
“Kami tokoh berbagai agama, mendesak kepada pemerintah khususnya penegak hukum untuk mengusut tuntas dan cepat dengan menangkap pelakunya dan diadili secara transparan dan terbuka untuk diketahui motifnya,” paparnya.
Dialog itu dihadiri pula oleh beberapa tokoh lintas agama antara lain Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia Andreas Yewangoe, Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Bekasi Sulaiman Zaman, dan Sekjen Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Benny Susetyo.
——
Tinjau Ulang Peraturannya
Kasus penganiayaan terhadap jemaat HKBP Pondok Timur Indah Bekasi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, harus dikaitkan dengan rentetan kasus sebelumnya.
Demikian dikatakan Ketua Umum Himpunan Warga Gereja Indonesia, Shepard Supit. Pernyatannya ini sekaligus menolak asumsi Kapolda Metro Jaya, Irjen Timur Pradopo, yang mengatakan kasus penganiayaan kemarin adalah tindakan kriminal murni.
“Kasus ini sudah jelas ada kaitannya dengan kasus yang sebelumnya. Jadi tidak mungkin atau tidak masuk di akal kalau kasus ini berdiri sendiri,” ujar Supit.
Meski demikian, Supit tetap mengajak publik menyerahkan proses hukum kasus kepada kepolisian, seraya mengawalnya agar tidak terjadi pembiaran lagi seperti di kasus-kasus kekerasan sebelumnya yang menimpa para jemaat HKBP.
Supit menambahkan, sumber persoalan yang menyebabkan sering terjadinya konflik antar umat beragama adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang izin pembangunan rumah ibadah.
“Peraturan bersama itu harus ditinjau kembali, karena peraturan itu sangat diskriminatif dan selalau dijadikan alasan oknum tertentu untuk melakukan kekerasan kepada kami,” tukasnya.
Seperti diketahui, isi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, di antaranya, “Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa; rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten kota; dan rekomendasi tertulis Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Kota.
Direktur The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid turut mengecam aksi kekerasan terhadap dua pemuka Gereja HKBP Pondok Timur Indah. “Islam tak pernah mengajarkan kekerasan. Islam adalah agama yang cinta damai,” kata putri mantan Presiden (alm) KH Abdurrahman Wahid itu.
Yenny menambahkan, oknum-oknum yang melakukan aksi kekerasan pada insiden HKBP tak pantas disebut umat Islam. Yenny juga mengimbau seluruh umat beragama, khususnya yang berada di Bekasi, untuk bersama-sama bergandengan tangan menjaga kerukunan hidup antarumat beragama.
Yenny juga mendorong pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan profesional. “Tak ada ruang bagi para pelaku tindak kekerasan di Indonesia. Tegakkan hukum seadil-adilnya,” katanya.
Kemarin, Yenny, mantan Ibu Negara Shinta Nuriyah Wahid dan putrinya, Alissa Wahid, membezuk penatua Hasian Sihombing dan Pendeta Luspida Simanjuntak di RS Mitra Keluarga Bekasi Timur.

Kapolda: Jangan Terprovokasi Isu SARA
Imbauan untuk menjaga kondusifitas hubungan antara umat beragama tidak terpengaruh peristiwa penikaman di Bekasi juga disampaikan Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno.
“Polisi sudah bekerja. Kita minta warga Sumut jangan terpancing dengan isu SARA karena memang tidak ada kaitannya dengan SARA. Mari sama-sama jaga suasana Kamtibmas di Sumut tetap kondusif, “ ujar Kapolda melalui Kasubbid Dokliput AKBP MP Nainggolan di Mapoldasu.
MP Nainggolan menambahkan, sebagai daerah yang diisi oleh beragam etnis budaya dan agama, masyarakat Sumatera Utara terkenal dengan toleransinya. Sehingga, mantan Kapolres Nias Selatan itu menyakini kalau warga Sumatera Utara cukup dewasa dalam menanggapi permasalah yang ada.
“Sejak dulu Sumatera Utara cukup terkenal cukup mampu menjaga persatuan dan kesatuan dan memiliki toleransi yang tinggi antar sesama umat beragama.Mudah-mudahan kondisi ini tetap terpelihara,” bebernya. (bbs/ald/rm/jpnn/mag-1)